Rabu, 22 Oktober 2008

Pendidikan Inklusi






MODEL INKLUSI DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN JASMANI
Ditulis oleh Cucu Hidayat

Cucu Hidayat, Drs., M.Pd. adalah dosen Kopertis Wilayah IV yang dipekerjakan pada Program Studi Pendidikan Olah Raga Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Siliwangi Tasikmalaya.

Abstract: The purpose of the research is to find out the effects of teaching style and student attitude toward the physical education learning outcome. The research was conducted to the students at the eigth Secondary School Tasikmalaya, in period of 2007/2008 with samples 40 students of the seventh grade selected randomly.

The result of the research conclusion that there are: (1) The students physical education learning outcome by using inclution teaching style is better than those by practice teaching style (2) The students who have positif attitude, and used inclution teaching style is better than those using practice teaching style of physical education learning outcome (3) The students who have negative attitude, and used practice teaching style is better than those using inclution teaching style of physical education laarning outcome (4) There is an interaction between teaching style and student attitude toward of students physical education learning outcome.

So the students physical education learning outcome who have positif attitude can be improved by using inclution teaching style.

Keywords: inclution teaching style, practice teaching style

A. Pendahuluan

1. Latar Belakang Masalah

Pendidikan jasmani merupakan bagian integral dari pendidikan keseluruhan, yang bertujuan untuk mengembangkan individu secara organik, neuromuskuler, intelektual dan emosional.

Dalam proses pembelajaran pendidikan jasmani, pertumbuhan dan perkembangan intelektual, sosial dan emoslonal anak sebagian besar terjadi melalui aktivitas gerak atau motorik yang dilakukan anak.

Pendidikan jasmani menekankan aspek pendidikan yang bersifat menyeluruh antara lain kesehatan, kebugaran jasmani, keterampilan berfikir kritis, stabilitas emosional, keterampilan sosial, penalaran dan tindakan moral, yang merupakan tujuan pendidikan pada umumnya. Atau secara spesifik melalui pembelajaran pendidikan jasmani, siswa melakukan kegiatan berupa permainan (game), dan berolahraga yang disesuaikan dengan pertumbuhan dan perkembangan anak. Meskipun demikian unsur prestasi dan kompetisi juga terdapat di dalamnya dan dimanfaatkan sebagai alat pendidikan.

Sedangkan tujuan pendidikan jasmani di Sekolah Menengah Pertama (SMP), meliputi aspek-aspek sebagai berikut. (1) mengembangkan kepribadian yang kuat, mengembangkan sikap cinta damai, mengembangkan sikap sosial dan mengembangkan sikap toleransi dalam kontek kemajemukan budaya, etnis dan agama. (2) Mengembangkan sikap sportif, sikap jujur, sikap disiplin, sikap bertanggung jawab, sikap kerja sama, sikap percaya diri, dan melatih demokrasi melalui aktivitas jasmani, melalui aktivitas permainan, dan melalui aktivitas olahraga. (3) Mengembangkan keterampilan-keterampilan gerak dan keterampilan berbagai macam permainan dan olahraga (aktivitas luar sekolah atau alam bebas). (4) Mengembangkan keterampilan pengelolaan diri untuk mengembangkan dan memelihara kebugaran melalui aktivitas jasmani dan olahraga. (5) Mengembangkan keterampilan untuk menjaga keselamatan diri sendiri dan mengembangkan keterampilan untuk menjaga keselamatan orang lain atau lingkungannya. (6) Mengetahui dan memahami konsep aktivitas jasmani dan olahraga sebagai informasi untuk mencapai kesehatan, untuk memelihara kebugaran, dan membiasakan pola hidup sehat. Dan (7) Mampu memanfaatkan waktu luang dengan aktivitas jasmani yang bersifat rekreatif.

Berdasarkan tujuan pendidikan jasmani di atas, maka Skolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP), merupakan tempat mengembangkan dan membina anak-anak yang sedang tumbuh dan berkembang, serta tempat pembelajaran keterampilan gerak cabang olahraga secara harmonis. Karena masa anak-anak merupakan masa yang sangat penting untuk memperbaiki dan menyelaraskan gerakan-gerakan mendasar, sehingga untuk pengembangan keterampiIan olahraga selanjutnya mereka tidak mengalami hambatan yang berarti ketika mempelajari keterampilan motorik pada tingkat yang lebih sulit.

Sejalan dengan tujuan pendidikan jasmani di atas, maka pendidikan jasmani merupakan suatu sarana pendidikan yang bertujuan mengembangkan kepribadian siswa dalam rangka pembentukan manusia seutuhnya dan pelaksanaan pendidikan jasmani tersebut berhubungan erat dengan usaha-usaha pendidikan yang teratur, terencana dan berkelanjutan dimulai dari jenjang sekolah dasar sampai Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA). Tujuan pelaksanaan pendidikan jasmani di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP), apabila dilihat dari perkembangan gerak anak, maka tujuan pelaksanaan pendidikan jasmani mengarah pada proses berlangsungnya gerakan. Sehubungan dengan tujuan pendidikan jasmani tersebut di atas, maka titik berat tujuan pendidikan jasmani di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama terletak pada proses jalannya gerakan. Sehingga hasil pembelajarannya dapat diukur dengan menilai hasil unjuk kerja anak saat mempelajari gerakan. Hal ini berarti bahwa hasiI pembelajaran siswa dalam pendidikan jasmani yang berhubungan dengan keterampilan olahraga dapat dinilai dengan kebenaran gerak.

Adapun ruang lingkup mata pembelajaran Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan di Sekolah Menengah Pertama (SMP) berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang dijabarkan melalui lembar kerja siswa pada kelas VII pada semester satu meliputi aspek-aspek sebagai berikut: (1) aktivitas permainan dan cabang olahraga sepak bola, (2) aktivitas permainan dan cabang olahraga atletik, (3) aktivitas permainan dan cabang olahraga pilihan, (4) aktivitas pengembangan cabang olahraga senam, (5) aktivitas cabang olahraga uji diri (cabang olahraga senam lantai), (6) aktivitas ritmik (senam kesegaran jasmani 2000), (7) aktivitas cabang olahraga air (renang), dan (8) aktivitas luar sekolah (out door education), (a) orientasi lingkungan olahraga dan (b) orientasi lingkungan rekreasi ).

Dalam upaya mencapai hasil belajar yang baik, dalam pembelajaran pendidikan jasmani, dan khususnya pembelajaran teknik gerakan lompat tinggi gaya straddle, maka guru pendidikan jasmani perlu mengupayakan model pembelajaran yang efektif dan atraktif. Untuk itu guru pendidikan jasmani harus berusaha seoptimal mungkin untuk mempengaruhi siswa dalam proses pembelajaran pendidikan jasmani, yaitu dengan cara menyajikan bentuk-bentuk pembelajaran keterampilan gerak yang baik dan benar, agar dapat mendorong siswa untuk memahami, mengerti, dan mampu melakukannya.

Peran guru dalam proses pendidikan jasmani di antaranya adalah menentukan dan memilih gaya pembelajaran yang tepat dan efektif agar siswa dapat mengerti dan memahami materi pembelajaran yang disajikan sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Kemampuan guru memilih dan menyajikan materi pembelajaran ditentukan olen kemampuan dan pengalamannya dalam pembelajaran. Sehubungan dengan itu, maka untuk melakukan proses pembelajaran pendidikan jasmani, dipilih gaya pembelajaran yang tepat dan mudah diterapkan kepada siswa, sehingga berbagai aktivitas gerak pendidikan jasmani dapat dikuasai dengan baik dan benar. Gaya pembelajaran tersebut adalah gaya pembelajaran inklusi dan gaya pembelajaran latihan yang khusus hanya digunakan dalam pembelajarankan peraktek pendidikan jasmani.

Gaya pembelajaran inklusi dan gaya pembelajaran latihan merupakan dua gaya pembelajaran yang jarang dipergunakan oleh guru, dalam praktek pembelajaran pendiddikan jasmani di Sekolah Menengah Pertama (SMP). Padahal gaya pembelajaran ini sangat cocok diterapkan pada siswa SMP yang menuntut perkembangan kreativitas, fisik dan mental yang optimal.

Gaya pembelajaran inklusi, adalah suatu gaya pembelajaran yang digunakan oleh guru, dengan cara menyajikan materi pembelajaran secara rinci dan menawarkan tingkat-tingkat kesulitan yang berbeda secara berurutan, yang bertujuan agar siswa kreatif dan mendapatkan kemudahan dalam mempelajari suatu keterampilan gerak, juga siswa diberi kebebasan untuk memilih dan menentukan pada tingkat kesulitan mana? untuk memulai belajar suatu gerakan. Serta diberi kebebasan dan keleluasaan pula untuk menentukan berapa kali siswa harus mengulangi gerakan, dalam mempelajari suatu teknik gerakan dalam setiap pertemuan.

Sedangkan gaya pembelajaran latihan adalah merupakan suatu gaya pembelajaran yang dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan siswa terhadap bentuk gerak. Dengan cara memberi tugas untuk melakukan latihan sebanyak-banyaknya dengan cara mengulang-ulang, sehingga terjadi peningkatan dalam mempelajari suatu teknik gerakan.

Efisiensi dan efektivitas pembelajaran pendidikan jasmani juga terkait dengan masalah konsep diri, motivasi, sikap, minat, dan aktivitas belajar siswa. Seorang siswa yang telah meraih keberhasilan belajar secara dini dan cepat akan lebih terpacu dan menyenangi kegiatannya daripada seorang siswa yang belajar lama apalagi tidak berhasil. Pengalaman gagal menyebabkan seorang siswa cenderung akan menghindari dan tidak menyenangi kegiatan belajarnya. Oleh karena itulah untuk mengakomodir adanya perbedaan individual pada diri siswa, dimasukkan sikap siswa terhadap pembelajaran pendidikan jasmani sebagai variabel atribut dalam penelitian ini.

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, masalah penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

a. Secara keseluruhan, apakah terdapat perbedaan hasil belajar pendidikan jasmani antara kelompok siswa yang menggunakan gaya pembelajaran inklusi dengan kelompok siswa yang menggunakan gaya pembelajaran latihan ?

b. Bagi siswa yang memiliki sikap positif terhadap pendidikan jasmani, apakah terdapat perbedaan hasil belajar pendidikan jasmani antara kelompok siswa yang menggunakan gaya pembelajaran inklusi dengan kelompok siswa yang menggunakan gaya pembelajaran latihan?

c. Bagi siswa yang memiliki sikap negatif terhadap pendidikan jasmani, apakah terdapat perbedaan hasil belajar pendidikan jasmani antara kelompok siswa yang menggunakan gaya pembelajaran inklusi dengan kelompok siswa yang menggunakan gaya pembelajaran latihan?

d. Apakah terdapat pengaruh interaksi antara gaya pembelajaran dan sikap terhadap hasil belajar pendidikan jasmani?


3. Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh gaya pembelajaran dan sikap siswa terhadap pendidikan jasmani terhadap hasil belajar pendidikan jasmani siswa Sekolah Menengah Pertama. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk mengetahui:

a. perbedaan hasil belajar pendidikan jasmani antara kelompok siswa yang menggunakan gaya pembelajaran inklusi dengan kelompok siswa yang menggunakan gaya pembelajaran latihan, secara keseluruhan?

b. perbedaan hasil belajar pendidikan jasmani antara kelompok siswa yang menggunakan gaya pembelajaran inklusi dengan kelompok siswa yang menggunakan gaya pembelajaran latihan, bagi siswa yang memiliki sikap positif terhadap pendidikan jasmani?

c. perbedaan hasil belajar pendidikan jasmani antara kelompok siswa yang menggunakan gaya pembelajaran inklusi dengan kelompok siswa yang menggunakan gaya pembelajaran latihan bagi siswa yang memiliki bagi siswa yang memiliki sikap negatif terhadap pendidikan jasmani?

d. pengaruh interaksi antara gaya pembelajaran dan sikap siswa terhadap hasil belajar pendidikan jasmani?

4. Kegunaan Penelitian

a. Hasil penelitian yang diperoleh berguna sebagai bahan pertimbangan dalam pengembangan peningkatan kualitas pembelajaran pendidikan jasmani.

b. Bagi Para Guru Pendidikan Jasmani, hasil penelitian ini dapat dijadikan alternatif pilihan cara pembelajaran pendidikan jasmani yang efektif dan efisien.

c. Bagi Pengembangan kurikulum, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai masukan untuk menyempurnakan kurikulum pendidikan jasmani yang sudah ada.


B. Metodologi Penelitian

1. Metode dan Disain Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen dengan rancangan (disain) faktorial 2X2. Sebagai variabel terikat dalam penelitian ini adalah hasil belajar pendidikan jasmani. Variabel bebas pertama sebagai perlakuan (Variabel eksperimen) adalah gaya pembelajaran, yaitu gaya pembelajaran inklusi sebagai eksperimen dan gaya pembelajaran latihan sebagai kontrol. Variabel bebas kedua sebagai atribut adalah sikap siswa terhadap pendidikan jasmani, yang dibedakan menjadi sikap yang positif, dan sikap negatif.

2. Populasi dan Sampel

Populasi target dalam penelitian ini adalah seluruh siswa Sekolah Menengah Pertama (SMPN 8) Kota Tasikmalaya Jawa Barat. Sedangkan populasi terjangkau adalah seluruh siswa putera kelas tujuh tahun ajaran 2007/2008 sebanyak 128 orang.

Teknik pengambilan sampel dilakukan melalui tahap-tahap sebagai berikut: Pertama, menentukan populasi terjangkau, yaitu siswa putera kelas tujuh Sekolah Menengah Pertama (SMPN 8) Kota Tasikmalaya Jawa Barat. sebanyak 128 orang. Kedua, secara random mengambil sampel sebanyak 80 orang siswa putera kelas tujuh Sekolah Menengah Pertama (SMPN 8) Kota Tasikmalaya dari kerangka sampel (sampling frame). Ketiga, dari 80 orang siswa tersebut dibagi dua kelompok dengan cara dirandom untuk ditempatkan pada kelompok siswa yang diajar dengan gaya pembelajaran inklusi dan kelompok siswa yang diajar dengan gaya pembelajaran latihan, sehingga masing-masing kelompok terdiri dari 40 orang. Keempat, setelah diberi perlakuan kepada masing-masing kelompok kemudian diberikan tes motivasi berprestasi. Hasilnya, dari masing-masing kelompok kemudian diranking mulai dari skor terbesar sampai yang terkecil, untuk menentukan kelompok siswa yang memiliki kategori motivasi berprestasi tinggi dan rendah. Atas dasar hasil tes tersebut, diperoleh jumlah subjek dari masing-masing kelompok sebanyak 20 orang, yakni 27 % sebagai kelompok atas, yang dikategorikan sebagai siswa yang memiliki motivasi berprestasi tinggi masing-masing sebanyak 10 orang (27% dari 40 = 10,8 diambil 10 orang), dan 27 % sebagai kelompok bawah, yang dapat dikategorikan sebagai siswa yang memiliki motivasi berprestasi rendah juga masing-masing sebanyak 10 orang (27% dari 38 = 10,8 diambil 10 orang), sehingga secara keseluruhan jumlah subjek yang terlibat dalam penelitian ini adalah berjumlah 40 orang yang tergabung dalam empat kelompok perlakuan. Bagi subjek yang skor sikapnya berada di antara kedua kategori tersebut tetap diikutsertakan dalam penelitian. Kelima, menempatkan sampel yang terpilih berdasarkan sikapnya, sehingga terbentuk kelompok A1 (kelompok yang diajar dengan menggunakan gaya pembelajaran inklusi) dan kelompok A2 (kelompok yang diajar dengan menggunakan gaya pembelajaran latihan).

3. Teknik Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis varians (ANAVA) dua jalur, dan diuji lanjut dengan menggunakan uji Tukey, setelah terlebih dahulu dilakukan uji persyaratan analisis varians (ANAVA), yakni uji normalitas dan uji homogenitas.

Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan uji Lilliefors dengan taraf signifikansi α = 0,05. Sedangkan untuk uji homogenitas dilakukan dengan menggunakan uji Bartllet dengan taraf signifikansi α = 0,05.

C. Pembahasan Hasil Penelitian

Hasil pengujian hipotesis pertama menunjukan bahwa, secara keseluruhan terdapat perbedaan hasil belajar pendidikan jasmani yang berarti antara kelompok siswa yang menggunakan gaya pembelajaran inklusi dengan kelompok siswa yang menggunakan gaya pembelajaran latihan. Gaya pembelajaran inklusi memberikan pengaruh lebih baik dibandingkan dengan gaya pembelajaran latihan terhadap hasil belajar pendidikan jasmani siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) Kelas VII (tujuh).

Pembelajaran pendidikan jasmani menggunakan gaya pembelajaran inklusi memberikan lebih banyak kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan kemampuan sesuai potensi masing-masing individu. Setiap individu diberi kebebasan menentukan kegiatan belajar dalam hal memulai pembelajaran, pelaksanaan melakukan tugas-tugas gerak, penilaian hingga menentukan target kegiatan belajar berikutnya, sehingga akan membangkitkan motivasi dan merangsang kreativitas siswa. Di samping itu peran guru tidak terlalu dominan, karena guru tidak langsung menuntun siswa seperti yang dilakukan dalam gaya pembelajaran latihan.

Sedangkan dalam gaya pembelajaran latihan siswa dilatih berbagai keterampilan, tahap demi tahap atau bagian demi bagian (tidak langsung pada sasaran), sehingga peran guru di sini sangat dominan, karena harus memberi contoh, di samping itu suasana pembelajaran atau suasana berlatih juga monoton serta kurang variatif sehingga ada kecenderungan membosankan, sehingga pada akhirnya hasil belajar pendidikan jasmani yang diharapkan kurang maksimal.

Hasil pengujian hipotesis kedua menyimpulkan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar pendidikan jasmani yang berarti, antara kelompok siswa yang menggunakan gaya pembelajaran inklusi dan kelompok siswa yang menggunakan gaya pembelajaran latihan, bagi kelompok siswa yang memiliki sikap positif. Gaya pembelajaran inklusi memberikan pengaruh lebih baik dibandingkan dengan kelompok siswa yang menggunakan gaya pembelajaran latihan terhadap hasil belajar pendidikan jasmani.

Pembelajaran pendidikan jasmani dengan menggunakan gaya pembelajaran inklusi, dilakukan dengan memberi kebebasan kepada siswa untuk melakukan kegiatan belajarnya secara mandiri, dari mulai menentukan awal kegiatan belajar, pelaksanaan belajar hingga penilaian kemajuan belajar serta menentukan kegiatan belajar berikutnya. Hal ini memungkinkan manakala siswa memiliki sikap yang positif terhadap pembelajaran pendidikan jasmani. Sikap positif siswa terhadap pembelajaran pendidikan jasmani biasanya diiringi kesediaan siswa untuk merespon setiap rangsang yang disediakan guru. Dengan demikian siswa akan senantiasa melakukan kegiatan belajar secara aktif walau tanpa diawasi secara ketat oleh guru. Kondisi ini akan terjadi sebaliknya bila siswa memiliki sikap yang negatif terhadap pembelajaran pendidikan jasmani, yang biasanya ditandai dengan sikap tak acuh siswa terhadap program yang ditawarkan guru. Kurangnya pengawasan guru, arahan dan bimbingan yang dilakukan secara ketat akan mengakibatkan siswa tidak bergairah dan malas belajar.

Sedangkan hasil pengujian hipotesis ketiga menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang berarti hasil belajar pendidikan jasmani siswa antara yang menggunakan gaya pembelajaran inklusi dan yang menggunakan gaya pembelajaran latihan, bagi kelompok siswa yang memilik sikap negatif.

Kelompok siswa yang menggunakan gaya pembelajaran latihan lebih baik dari pada kelompok siswa yang menggunakan gaya pembelajaran inklusi, bagi siswa yang memiliki sikap negatif.

Gaya pembelajaran latihan menuntut guru lebih aktif, baik dalam hal menentukan kegiatan awal belajar siswa, mengontrol secara ketat pelaksanaan tugas gerak siswa, menilai hasil belajar siswa, serta menentukan kegiatan belajar siswa berikutnya. Dengan demikian bagi siswa yang memiliki sikap negatif gaya pembelajaran sepertiini lebih cocok karena siswa dipaksa untuk berbuat dan berperilaku sesuai dengan kehendak guru. Sebaliknya bagi siswa yang memiliki sikap positif pengawasan yang terlalu ketat cenderung menghambat terhadap kreativitas dan kemajuan belajarnya. Maka dengan demikian gaya pembelajaran latihan kurang diminati oleh siswa yang memiliki sikap yang positif, akan tetapi dianggap cocok bagi siswa yang memiliki sikap negatif. Atau dengan kata lain, gaya pembelajaran latihan lebih cocok digunakan dalam pembelajaran pendidikan jasmani bagi siswa yang memiliki sikap negatif dari pada menggunakan gaya pembelajaran inklusi.

Hasil pengujian hipotesis keempat melalui analisis varians (ANAVA) diperoleh hasil, bahwa terdapat pengaruh interaksi antara gaya pembelajaran dengan sikap siswa terhadap hasil belajar pendidikan jasmani siswa SMP kelas tujuh.

Dengan demikian dapat dijelaskan bahwa hasil belajar pendidikan jasmani, selain dipengaruhi oleh gaya pembelajaran yang digunakan, juga dipengaruhi oleh kontribusi faktor internal siswa seperti sikap siswa terhadap,pembelajaran pendidikan jasmani.

Interaksi keduanya dapat dilihat dari pelaksanaan gaya pembelajaran yang melibatkan komponen fisik, teknik, taktik dan mental di dalam pelaksanaannya. Aspek fisik dan teknik digunakan di dalam melaksanakan berbagai aktivitas gerak dalam pendidikan jasmani. Sedangkan aspek mental dipergunakan untuk menjaga motivasi dalam pembelajaran. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa tidak ada satupun gaya pembelajaran yang cocok untuk digunakan dalam berbagai situasi dan kondisi. Dalam aplikasinya, gaya pembalajaran apapun yang digunakan, semua harus tetap mempertimbagkan kondisi-kondisi tertentu, baik faktor internal maupun eksternal siswa untuk meningkatkan hasil belajar pendidikan jasmani.

D. Kesimpulan

Berdasarkan temuan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan hasil penelitian sebagai berikut:

Pertama, secara keseluruhan hasil belajar pendidikan jasmani kelompok siswa yang menggunakan gaya pembelajaran ingklusi lebih baik dari pada kelompok siswa yang menggunakan gaya pembelajaran latihan.

Kedua, bagi siswa yang memiliki sikap positif, hasil belajar pendidikan jasmani siswa yang menggunakan gaya pembelajaran inklusi lebih baik dari pada yang menggunakan gaya pembelajaran latihan.

Ketiga, bagi siswa yang memiliki sikap negatif, hasil belajar pendidikan jasmani yang menggunakan gaya pembelajaran latihan lebih baik dari pada yang menggunakan gaya pembelajaran inklusi.

Keempat, terdapat interaksi antara gaya pembelajaran dengan sikap siswa terhadap hasil belajar pendidikan jasmani.

E. Saran

1. Kepada guru pendidikan jasmani disarankan untuk menggunakan gaya pembelajaran inklusi dalam proses pembelajaran pendidikan jasmani Selain menggunakan gaya pembelajaran, guru pendidikan jasmani juga disarankan untuk mempertimbangkan sikap siswa dalam menentukan gaya pembelajaran yang akan digunakannya.

2. Penelitian ini hanya meneliti tentang salah satu gaya pembelajaran dan faktor internal siswa, oleh karena itu disarankan untuk meneliti lebih lanjut tentang gaya-gaya pembelajaran yang lain dengan tetap mempertimbangkan faktor-faktor internal siswa lainnya, seperti motivasi, minat, konsep diri, bahkan faktor fisik seperti kamampuan motorik siswa.

Daftar Pustaka

Adisasmita, Yusuf. Strategi Instruksional Pendidikan Jasmani dan Olahraga. Jakarta: PPS IKIP Jakarta, 1997.

Ateng, Abdul Kadir. Asas dan Landasan Pendidikan Jasmani. Jakarta: Depdikbud Ditjen Dikti, 1992.

Anon. Pedoman Mendeteksi Potensi Peserta Didik. Jakarta: Ditjen Dikdasmen, Depdiknas, 2004.

Anon. Pedoman Pembelajaran Tuntas. Jakarta: Ditjen Dikdasmen, Depdiknas, 2003.

Badan Standar Nasional Pendidikan. Standar Kompetensi Lulusan. Jakarta: Depdiknas, 2006.

Cratty, Bryant J. Psychology in Contemporary Sport. New Jersey: Prentice Hall Englewood Cliffs Inc., 1998.

Crowl, Thomas K. Sally Kaminsky and David M. Podell. Educational Psychology Windows on Teaching. Madison: Brown & Benchmark Publishers, 1997.

Coker, Cheryl A. Motor Learning and Control for Practitioners. Boston: Mc Graw Hill, 2004.

Depdiknas. Kurikulum 2004 Standar Kompetensi Mata Pelajaran Pendidikan Jasmani Sekolah Dasar. Jakarta: Depdiknas, 2004.

Dick, Walter and Lou Carey. The Systematic Design of Instruction. USA: Harper Collins College Publishers, 1996.

Dahar, Ratna Wilis. Teori-teori Belajar. Jakarta: Erlangga, 1991.

D.C. Phillips & Jonas F. Soltis, Perspectives on Learning, p.1, 2006 (http://www.funderstanding.com/piaget.cfm).

Depdiknas, Pengaruh Gaya Mengajar dan Umpan Balik, p. 1, 2006 (http://www, .go.id/Jurnal/38/ 20.htm).

Freeman, William H. Physical Education and Sport in a Changing Society. Boston: Allyn and Bacon, 2001.

Gallahue, David L. e, Ozmun John C. Understanding Motor Development. Boston: McGraw-Hill, 1998.

Good, Thomas L., Brophy Jere E. Educational psychology: A Realistic Approach. New York: Longman, 1990.

Harrison, Joyce M., and Connie L. Blakmore. Instructional Strategies for Secondary School Physical Education. Iowa: Wm. C. Brown Publisher, 1989.

Irawan, Prasetya, Suciati, Wardani IGAK. Teori Belajar, Motivasi, dan Keterampilan Mengajar. Jakarta: Ditjen Dikti, Depdikbud, 1994.

Kelly, Luke E., Melograno Vincent J. Developing the Physical Education Curiculum An Achievement-Based Approach. Champaign: Human Kinetics, 2004.

Lefton, Lester A. Psychology. Boston: Allyn and Bacom, 1997.

Lutan, Rusli. Pembaharuan Pendidikan Jasmani di Indonesia. Jakarta: Depdiknas Ditjen Dikdasmen, 2004.

Lutan, Rusli. Asas-asas Pendidikan Jasmani Pendekatan Pendidikan Gerak di Sekolah Dasar. Jakarta: Ditjen Olahraga Depdiknas, 2001.

Mosston, Muska and Sara Ashworth. Teaching Physical Education. USA: Mac Millan College Publishing Company, Inc., 1994.

Mutohir, Toho Cholik. Gagasan-gagasan tentang Pendidikan Jasmani dan Olahraga. Surabaya: Unesa University Press, 2002.

Russeffendi. Statistika Dasar untuk Penelitian Pendidikan. Bandung: IKIP Press, 1998.

Siedentop, Darly. Introduction to Physycal Education, Fitnes and Sport. California: Mayfield Publishing Company, 1994.

Setyobroto, Sudibyo. Psikologi Kepelatihan. Jakarta: CV. Jaya Sakti, 1993.

Setyobroto, Sudibyo. Mental Training. Jakarta: “Solo”, 2001.

Supandi. Strategi Belajar Mengajar Pendidikan Jasmani dan Kesehatan. Jakarta: Depdikbud Ditjen Dikti PPTK, 1992.

Sudjana. Metoda Statistika. Bandung: Tarsito, 1996.

Thomas Jerry R., Nelson Jack K. Research Methods in Physical Activity. Champaign: Human Kinetics, 1996.

Tilaar, H.A.R. Perubahan Sosial dan Pendidikan. Jakarta: Grasindo, 2002.

Woolfolk, E. Anita. Educational Psychology. Boston: Allyn and Bacon A Division of Simon and Schuster, Inc., 1993.
   


Masalah Pendidikan di indonesia

Pendidikan merupakan faktor utama dalam mebentuk baik buruknya pribadi manusia secara normatif. Pendidikan yang diperoleh anak tidak hanya di sekolah akan tetapi semua faktor bisa dijadikan sumber pendidikan. Dewasa ini dengan pesatnya teknologi serta perkembangan zaman, banyak siswa yang mengalami kemunduran dalam prestasi belajar.
Menurut Rena Istri Wangi, masalah pendidikan di Indonesia bisa disebabkan oleh kurang optimalnya sistem pendidikan, sistem pendidikan yang sering berganti-ganti, pendidikan yang mahal, yang mengakibatkan para orang tua merasa kesulitan untuk membiayai sekolah anaknya.

Selain permasalahan di atas, menurut Mihael "D.B." Ellinsworth masalah pendidikan bisa disebabkan dari faktor siswanya sendiri karena pengaruh lingkungan.Siswa masa kini kurang disiplin atau kurang menghargai, menghormati orang tua maupun guru, tidak ada rasa malu bila melakukan kesalahan, semisal membawa HP yang memuat video atau gambar porno, DUGEM atau dunia gemerlap dijalaninya, apalagi fasilitas warnet yang sangat terbuka dan melindungi privacynya yang membuat para siswa enjoy untuk melakukannya dan malas untuk mengerjakan tugas atau belajar di rumah.

Permasalahan pendidikan di Indonesia yang dikemukakan oleh Rena Istri Wangi senada yang dikemukakan oleh Nelson Tansu yaitu terlalu seringnya sistem pendidikan digonta-ganti tergantung kondisi politik. Permasalahan pendidikan yang ada saat ini masih akan berjalan terus jika kondisi semacam itu tidak diubah untuk dibenahi. Dengan demikian kecil harapan pendidikan bisa lebih maju/baik. Pendidikan jika dipolitisir maka sampai kapanpun pendidikan di Indonesia sulit untuk maju.

Dengan melihat permasalahan-permasalah di atas, bagaimana agar pendidikan kita bisa maju dan bersaing dengan Negara lain, tidak bisa dipandang dari segi kurikulumnya saja, akan tetapi dari semua pihak baik lingkungan, orang tua, guru dan pemerintah. Jika semua aspek menyadari pentingnya pendidikan untuk anak bangsa, permasalahan pendidikan di Indonesia akan teratasi dan akan lebih baik dari Negara manapun.


Daftar Pustaka

Istri Wangi, Rena. Masalah pendidikan di Indonesia. http://re-searchengines.com/0607rena.html.
Ellinsworth, Mihael "D.B.". Masalah Pendidikan di indonesia.

------. Masalah Pendidikan Menurut Nelson Tansu. http://urip.wordpress.com/2006/10/27/masalah-pendidikan-menurut-nelson-tansu/





Selasa, 21 Oktober 2008

Senin, 20 Oktober 2008

Metode Belajar


Pengaruh Metode Permainan Kartu dalam Keberhasilan prestasi Siswa


Ada berbagai macam metode pembelajaran yang digunakan guru agar siswa dapat memahami materi pelajarannya. Salah satu metode yang mudah, menyenangkan, aktif adalah permainan kartu.

Metode permainan kartu ini dapat di pakai di semua mata pelajaran, baik bahasa, pengetahuan sosial atau alam. metode ini membantu siswa untuk belajar menghafal.

Cara metode permainan kartu ini adalah guru membuat satu pertanyaan pada kartu seukuran kartu kesempatan atau dana umum pada monopoli, dan jawabannya pada kartu yang lain. buat sepasang pertanyaan plus jawaban pada kartu yang berbeda. Kemudian di acak .


Olimpiade matematika

Foto Siswa yang masuk 10 besar olimpiade matematika muhammadiyah se jawa timur.

Belajar Dari Kebijakan Pendidikan Tempo Doeloe

BELAJAR DARI KEBIJAKAN PENDIDIKAN
TEMPO DOELOE

Oleh Suparlan *)

Jangan lihat masa lampau dengan penyesalan; jangan pula lihat masa depan dengan ketakutan; tapi lihatlah sekitarmu dengan penuh kesadaran
(James Thurber)

Siapa yang tidak dapat memberikan lebih banyak daripada yang ia terima
adalah nol besar dan telah lahir dengan sia-sia
(Multatuli)

Semua keberhasilan agenda reformasi pendidikan,
pada akhirnya ditentukan oleh unsur yang berada di front terdepan, yaitu guru. Hak-hak guru sebagai pribadi, pemangku profesi keguruan, anggota masyarakat, dan warga negara yang selama ini terabaikan, perlu mendapat prioritas dalam reformasi
(Mohammad Surya, Ketua Umum PB PGRI)

Pertama-tama penulis perlu mengucapkan terima kasih kepada almarhum Dedi Supriadi yang telah berhasil menjadi editor penulisan buku Guru di Indonesia, yang penulisan buku itu didukung sepenuhnya oleh Direktorat Tenaga Kependidikan. Di dalam buku itu telah dibahas cukup lengkap tentang sejarah kebijakan pendidikan di Indonesia sejak zaman kolonial sampai dengan era reformasi. Tulisan Dedi Supriadi dalam bab pendahuluan buku itu telah mengingatkan kembali keinginan penulis untuk mempelajari tentang kaitan antara masalah rendahnya mutu pendidikan di negeri tercinta ini dengan kebijakan pendidikan yang telah diambil selama ini.

Mungkinkah kebijakan pendidikan di negeri ini salah arah dan sasaran? Itulah pikiran-pikiran yang kadang muncul di benak penulis sejak lama. Bahkan sejak penulis berada di Malaysia hampir selama lima tahun dengan banyak informasi tentang ragam kebijakan pendidikannya.

Dua macam kutub kebijakan pendidikan

Dedi Supriadi telah mengambil kesimpulan bahwa kebijakan pendidikan yang pernah diambil pada setiap masa selalu diharapkan pada dua kutub yang berlawanan. Pertama, kebijakan pendidikan elitis. Kebijakan pendidikan elitis adalah kebijakan yang arah dan sasarannya terbatas untuk kepentingan orang-orang yang terbatas, misalnya kaum priyayi. Hal itu diambil karena berbagai macam pertimbangan. Mungkin pertimbangann dana, mungkin aspek teknis pelaksanaan, aspek politis, dan aspek lainnya. Kebijakan tentang Sekolah Rendah pada masa kolonial, sebagai contoh, lebih diperuntukkan bagi kaum priyayi, bukan untuk semua rakyat pribumi (inlander). Melalui kebijakan inilah Ki Hajar Dewantara memperoleh kesempatan dapat bersekolah di ELS, atas jasa baik Tuan Abendanon. Kebijakan ini telah dipertanyakan oleh Ki Hajar Dewantara, yang ketika itu masih berumur sekitar 7 tahun. ”Mengapa Sariman (teman bermain Ki Hajar Dewantara) tidak dapat ikut sekolah, Ayahanda?”, tanya Suwardi Suryaningrat kepada Ayahanda. ”Sariman itu orang kebanyakan. Jadi ia tidak boleh bersekolah seperti kamu”, begitulah kira-kira jawab RM. Suryaningrat kepada putranya Suwardi. Meski akhirnya Ki Hajar Dewantara masuk juga ke sekolah itu bersama dengan anak orang-orang Belanda, dalam benaknya terbesit rasa ketidakadilan. Ki Hajar Dewantara bersumpah untuk membantu pendidikan Sariman dan rakyat jelata seperti Sariman, dan janji itulah yang telah terwujud dengan Perguruan Taman Siswa, dan sebagai Bapak Pendidikan Nasional.

Ya, kebijakan pendidikan seperti itulah yang dimaksud dengan kebijakan pendidikan elitis. Ketika itu, Belanda tidak mau repot secara teknis operasional mengurus banyak penduduk pribumi yang 100% buta huruf. Belanda ketika itu juga tidak mau membelanjakan uang yang banyak untuk itu, meskipun uang itu mereka telah peras dari bumi tumpah darah orang-orang pribumi.

Kedua, kebijakan pendidikan populis, yakni kebijakan yang arah dan peruntukannya bagi rakyat banyak. Sebagian orang Belanda di Indonesia saat itu pun banyak yang menginginkan adanya kebijakan pendidikan yang populis. Bahkan seorang keturunan Belanda bernama Multatuli sangat geram dengan sikap Belanda yang hanya mengambil kebijakan untuk kaum priyayi. Multatuli mengetahui bahwa kekayaan yang telah diperas dari bumi Nusantara sudah demikian besarnya. Tetapi, masih sangat sedikit yang telah dikeluarkan untuk mereka. Itulah sebabnya Multatuli menyatakan dengan geram bahwa ”Siapa yang tidak dapat memberikan lebih banyak daripada yang ia terima adalah nol besar dan telah lahir dengan sia-sia”. Kritik terhadap kebijakan pendidikan yang elitis, dan ditambah dengan kritik terhadap rencana peringatan Hari Ulang Tahun Ratu Belanda, telah melahirkan kebijakan yang lebih moderat, yakni Politik Etis, atau Politik Balas Budi. Salah satu pemrakarsa kebijakan seperti itu adalah Van Deventer dengan Triloginya, yakni (1) irigasi, (2) migrasi, dan (3) edukasi. Kebijakan seperti ini dikenal dengan kebijakan pendidikan moderat.

Dalam konsep, kebijakan pendidikn ini sangatlah bagus. Tetapi dalam praktik niat baik ini kenyataannya juga tetap mengarah kepada kepentingan Belanda. Kebijakan itu punya latar belakang untuk dapat mengeruk kekayaan lebih besar lagi. Kebijakan irigasi, ternyata juga hanya untuk kepentingan perkebunan Belanda. Kita tahu, Belanda memang ahli dalam bidang irigasi ini. Dam besar dibangun, saluran primer dan sekunder dibangun. Tetapi, itu semua tidak lain juga untuk kepentingan agar Belanda dapat memperoleh keuntungan besar dalam usaha perkebunannya. Kebijakan migrasi juga demikian. Banyak orang-orang Jawa yang telah dipindahkan ke daerah perkebunan karet milik Belanda, seperti ke Sumatera, bahkan banyak pula yang dipindahkan ke Suriname, dan daerah lainnya. Meski ada sedikit manfaat bagi rakyat, keuntungan besarnya tetap mengalir ke pihak Belanda. Sama halnya dengan kebijakan edukasi. Belanda akhirnya juga membuka beberapa sekolah khusus untuk kaum pribumi.

Apakah Belanda benar-benar akan mencerdaskan mereka? Oh, tidak. Tidak. Sekali-kali tidak!. Anak-anak pribumi yang disekolahkan ternyata hanya untuk kepentingan Belanda, yakni menjadi pegawai rendahan yang harus dapat mengabdi untuk kepentingan Belanda. Ada manfaatnya bagi Nusantara memang. Akhirnya, banyak tokoh perjuangan kemerdekaan yang ternyata lahir di sini. Putra Nusantara yang lulus dari pendidikan Belanda, ternyata memiliki hati nurani yang membela ibu pertiwi. Merekalah yang telah melahirkan organisasi-organisasi pembela kemerdekaan, seperti Dr. Sutomo, Dr. Wahidin Sudirohusodo, dan Ki Hajar Dewantara, yang kemudian bahu-membahu dengan semua elemen perjuangan bangsa yang lainnya telah berjuang dengan gigih untuk kemerdekaan Indonesia.

Mekanisme Kelahiran Kebijakan Pendidikan

Dari kebijakan pendidikan pada zaman kolonial itu, kita dapat menarik pelajaran bahwa kelahiran kebijakan selalu melalui mekanisme sebagai berikut:

Pertama, kebijakan pendidikan merupakan kebijakan politik dan sekaligus sebagai kebijakan publik

Kebijakan pendidikan seyogyanya memang harus menjadi keputusan pihak pemerintah dan wakil rakyat yang duduk di DPR. Mereka adalah wakil rakyat, yang seharusnya memperjuangkan kepentingan rakyat. Dengan demikian, terjadilah proses pro dan kontra terhadap kebijakan yang diajukan pemerintah. Kecenderungannya akan muncul kebijakan elitis atau kebijakan populis, atau perpaduan antara keduanya. Dengan argumentasinya masing-masing, para politisi akan membahas rancangan kebijakan yang diajukan oleh pemerintah dan memberikan persetujuan atau menolaknya.

Pemerintah, dalam hal ini melalui Departemennya masing-masing mengajukan kebijakan dalam Renstra yang telah disusun oleh para pejabat birokrasi dan teknokrasi. Bahkan pokja Resntra telah dibentuk untuk menyusun berbagai kebijakan pendidikan yang akan diambil untuk periode tertentu. Bahkan sebelum era otonomi daerah, acara Rapat Kerja Nasional (Rakernas) selalu digelar untuk memperoleh masukan yang bersifat ’bottom up” untuk menghasilkan kebijakan yang sesuai dengan kebutuhan daerah dan rakyat banyak. Jadi, kebijakan itu juga merupakan kebijakan untuk rakyat banyak atau kebijakan publik. Mengingat proses perumusan kebijakan memang memerlukan proses yang cukup panjang, maka proses ini harus dilakukan jauh sebelum rumusan kebijakan itu dituangkan dalam dokumen resmi yang akan diluncurkan.

Kedua, kebijakan pendidikan terlahir dari pemikiran cemerlang para pejabat birokrasi dan teknokrasi

Tidak dapat dipungkiri bahwa kebijakan itu memang lahir dari buah pemikiran. Bahkan dari buah perenungan yang mendalam. Tetapi, karena pemikiran orang banyak biasanya akan lebih baik dari pemikiran seseorang, maka proses perumusan kebijakan biasanya dihasilkan dari kerja Kelompok Kerja, atau dari kegiatan Rapat Kerja Nasional, atau kerja keras tim ahli yang dibentuk untuk itu. Sebagai contoh, Kementerian Pendidikan Malaysia telah membentuk satu Task Force untuk menyusun program ”Smart School” atau ”Sekolah Bestari”, yang sejak tahun 1997 program itu telah menjadi kenyataan.

Ketiga, kebijakan pendidikan itu memiliki arah dan tujuan yang transparan.

Sudah barang tentu, kebijakan pendidikan yang diambil oleh pemerintah sebagai kebijakan publik selalu harus dikonsultasikan dengan publik melalui uji publik yang memadai. Arah dan tujuan kebijakan itu juga harus transparan. Tidak boleh ada udang dibalik batu, seperti yang terjadi dengan kebijakan Triloginya Van Deventer tempo dulu. Sebagai kebijakan publik yang transparan, pelaksanaan kebijakan itu, bagaimana proses dan hasilnya, darimana anggaran dan untuk apa digunakan, juga harus dipertanggungjawabkan secara transparan pula. Inilah hakikat masyarakat madani yang diharapkan. Transparansi, demokratis, dan akuntabelitas pelaksanaan kebijakan pendidikan menjadi ciri utama pemerintahan yang bersih dan berwibawa di mata masyarakat.

Keempat, kebijakan pendidikan harus dilaksanakan secara konsekuen dan konsisten.

Kebijakan pendidikan harus menjadi rujukan setiap program dan kegiatan yang dirancang oleh semua jajaran di lingkungan departemen. Tidak boleh ada satu pun program dan kegiatan yang tidak bersumber dari kebijakan yang telah disepakati bersama. Bahkan, seharusnya rambu-rambu program dan kegiatan memang harus telah tampak dengan jelas dalam Renstra yang telah ditetapkan. Konsekuesni dan konsistensi pelakasanaan kebijakan tampak dalam program dan kegiatan, anggaran yang disediakan, serta pelaksanaannya. Kebijakan yang telah ditetapkan, tetapi kemudian tidak disediakan anggarannya, sama saja dengan membunuh janin dalam rahim sang ibunda.

Akhir Kata

Jangan lihat masa lampau dengan penyesalan; jangan pula lihat masa depan dengan ketakutan; tapi lihatlah sekitarmu dengan penuh kesadaran. Demikian penegasan James Thurber, untuk mengakhiri tulisan singkat ini. Masa lalu tidak untuk disesali, tetapi untuk dijadikan bahan pelajaran (lesson learned) untuk menatap dan menghadapi masa depan dengan penuh keberanian. Apakah kebijakan pendidikan kita dewasa ini telah dirumuskan dengan arah dan tujuan yang jelas? Kita harus dapat menilainya secara jernih, kemudian menyempurnakan jika ada kekurangan dan kelemahannya. Untuk itu, sebuah tim ahli yang kuat dapat dibentuk untuk melaksanakan tugas yang berat itu. Pertanyaan tentang apakah masalah pendidikan kita sebagian disebabkan oleh mekanisme kelahiran kebijakan yang tidak on the right track, hanya tim kerja yang harus menjawabnya. Mudah-mudahan.

TOT dan Olimpiade


Pelatihan guru untuk menjadikan siswa berprestasi dalam olimpiade matematika dan sains telah dilaksanakan beberapa waktu yang lalu di sukolilo surabaya. Pelatihan ini diadakan oleh Muhammadiyah dan diikuti oleh guru IPA dan Sains se jawa timur. Untuk Sains dibimbing oleh tim sains ITS. Tim Sains dari ITS yang salah satunya bernama Bapak Ansory memberikan konsep fisika dengan jelas dan tepat dengan cara demonstrasi maupun praktik.

Dari hasil ini, Allhamdulillah salah satu siswa SMP Muhammadiyah 8 Batu masuk sepuluh besar dalam olimpiade matematika se jawa timur yang diadakan di Universitas Muhammadiyah Malang.

Bayi Kembar

Bayi Kembar

Bagaimana Terjadinya Bayi kembar?

Kira-kira dua pertiga bayi kembar adalah fraternal, artinya bayi berasal dari dua sel telur, masing-masing dibuahi oleh sperma yang berbeda. Kedua bayi berbagi hubungan genetik yang sama seperti halnya kakak laki-laki atau perempuannya. Keduanya bisa sama atau berbeda satu sama lain dan mungkin tidak sama kelaminnya. Karena kedua bayi diawali dari dua embrio yang berbeda, masing-masing kembar fraternal memiliki kantung ketuban dan plasenta masing-masing. Fakta ini kadang-kadang digunakan pada saat persalinan untuk menentukan apakah kembar fraternal atau identik. Namun tidak selalu dapat ditentukan, karena plasenta dapat tercampur bersama selama kehamilan, membuat keduanya nampak seperti satu.
Kembar identik berasal dari bersatunya satu sel telur dan satu sel sperma, yang segera sesudah pembuahan terpisah jadi dua. Kedua bayi kembar ini mempunyai cirri-ciri dan jenis kelamin yang sama. Sekitar 25% adalah “ mirror twins,” artinya beberapa cirri identik mereka ada pada tempat kebalikannya, sehingga masing-masing anak merupakan cerminan dari kembarannya. Kembar identik biasanya memiliki kantung ketuban yang terpisah, tetapi berbagi plasenta yang sama. Meskipun kadang-kadang ada 2 plasenta, namun jarang sekali kembar yang hanya mempunyai satu ketuban dan satu plasenta. Kembar tiga juga dapat identik, dengan satu sel telur terpisah menjadi tiga embrio. Namun, lebih sering kembar tiga berasal dari sel-sel telur yang terpisah atau sebagai dua sel telur, salah satunya terpisah membentuk embrio ketiga. Jika hal ini terjadi, dua
bayi kembar identik dan yang ketiga bayi fraternal. Kembar lainnya yang lebih banyak seperti kembar empat dan kembar lima dapat
terbentuk dengan cara yang sama.

FAKTA ATAU FIKSI ?

“ Kembar selalu muncul pada generasi berikutnya.”
“Kembar bersal dari pihak ayah” Tidak satu pun dari kepercayaan ini yang benar. Masing-masing generasi dari keluarga tertentu memiliki peluang yang sama untuk melahirkan bayi kembar. Dan, meskipun latar belakang genetik ayah tidak ada pengaruhnya. Peluang Anda akan bertambah jika dalam silsilah keluarga ada bayi kembar. Jika Anda sudah pernah melahirkan kembar fraternal, maka peluang Anda untuk memperoleh bayi kembar
fraternal lagi adalah empat kali. Peluang untuk hamil kembar meningkat dengan bertambahnya umur, berat, dan tinggi serta lebih besar dengan setiap kehamilan yang berturutan. Perasaan Sedih Berkaitan dengan Bayi ( Baby Blues ) “Saya tidak dapat menjelaskan pada suami saya apa yang saya rasakan.

Ketika rasa sedih melanda, saya berikan bayi padanya dan meminta pengertiannya. Namun tentu saja akan terasa lebih enak jika ia melingkarkan lengannya ke bahu saya.” Sekitar 50 sampai 80 persen ibu-ibu muda mengalami “ baby blues “. Biasanya dimulai pada hari kedua atau ketiga setelah bayi lahir dan berakhir tidak lebih dari 10 hari kemudian.Gejala-gejalanya meliputi

  • menangis.
  • perubahan perasaan.
  • cemas.
  • kesepian.
  • penurunan nafsu seks.
  • khawatir mengenai sang bayi.
  • kurang percaya diri mengenai kemampuan menjadi seorang ibu.

PENCEGAHAN

Apa yang harus dilakukan

  • Pencegahan baby blues dimulai pada saat masih hamil.
  • Rawat diri Anda. Menu makan yang seimbang, olahraga, dan

Istirahat penting untuk mencegah dan mengurangi perubahan perasaan. Otak Anda dikontrol oleh sejumlah bahan kimia dan hormonal yang produksinya tergantung pada persediaan darah dan oksigen serta zat nutrisi. Cara yang paling efektif untuk produksi hormon tersebut adalah olahraga yang akan merangsang peredaran darah ; istirahat, yang membuat tubuh Anda memperbaiki bagian yang rusak dan memulihkan kembali energi; dan nutrisi yang baik, yang memberikan apa yang dibutuhkan oleh sistem saraf pusat untuk menjaga keseimbangan emosional yang sehat. (Lanjutkan makan vitamin yang dikonsumsi selama hamil selama beberapa bulan berikutnya supaya Anda memperoleh semua nutrisi yang dibutuhkan).

RASA NYAMAN

Apa yang harus dilakukan :

  • Banyak istirahat. Mintalah bantuan keluarga, tetangga, teman atau pembantu untuk menjaga bayi Anda sementara Anda tidur siang.
  • Setiap hari cobalah berekreasi. Rencanakan acara keluar bersama bayi Anda, atau mintalah keluarga untuk menjaga si kecil sementara Anda pergi berbelanja, jalan-jalan, mengikuti senam, atau pergi makan malam keluar berdua dengan suami.
  • Makanlah makanan dengan menu seimbang. Termasuk banyak padi-padian, produk susu, buah-buahan dan sayur segar, serta makanan yang kaya akan protein seperti ikan, ayam, sapi, keju dan polong-polongan.
  • Mintalah dukungan. Beritahu pasangan mengenai apa yang Anda rasakan dan mintalah pertolongan dan dukungannya. Ikuti perkumpulan
    ibu-ibu, atau jalin persahabatan dengan ibu-ibu muda lain di kantor
    Anda.
  • Percaya diri. Ingat bahkan tanpa pengalaman, banyak orangtua baru melakukan apa yang benar untuk bayi mereka. Apa yang harus Dihindari
    Hindari terlalu menganalisa perasaan Anda. Baby blues adalah peristiwa normal.
  • Hindari mencoba melakukan semua yang Anda lakukan seperti sebelum bayi Anda lahir. Pikirkan beberapa saat sebelum memberikan perintah pada orang lain.
  • Hindari mengucilkan diri dari keluarga dan teman-teman. Anda perlu waktu pribadi, namun juga perlu dukungan dan persahabatan.


Olimpiade Matematika Muhammadiyah Se Jawa Timur


SMP Muhammadiyah turut serta dalam pelaksanaan olimpiade matematika dan sains Muhammadiyah se jawa timur, yang dilaksanakan di Universitas Muhammadiyah Malang. Salah satu siswa SMP Muhammadiyah 8 Batu masuk 10 besar olimpiade matematika. Dia bernama Maula Ahmad. Sekarang masuk di SMAN 1 Batu.

Minggu, 19 Oktober 2008

Strategi Program Pendidikan Indonesia


STRATEGI PROGRAM PENDIDIKAN INDONESIA

2007–2012

Konteks

Strategi program pendidikan ini adalah suatu unsur dari strategi Negara Australia untuk Indonesia, 2007-2012. Strategi pendidikan dikembangkan dalam konsultasi tertutup dengan pemerintah Indonesia, stakeholder kunci Indonesia lainnya lebih dari periode satu tahun yang dimulai pada awal tahun 2006, dan pada tahap draft ditinjau oleh pejabat senior Kementrian Pendidikan Nasional, Kenterian Urusan Agama dan BAPPENAS tahun 2007. Ini mencerminkan “Pendidikan yang Lebih Baik” dari AusAid: Kebijakan untuk Membantu Pengembangan Pendidikan (2007).

Strategi memiliki fleksibilitas untuk penyesuaian terhadap program kami pada keadaan perubahan yang kecil. Ini diperluas sampai dengan tahun 2012. Ketika dirumuskan berdasarkan rencana strategi pemerintah untuk pendidikan tahun 2005-2009 (RENSTRA), berlanjut dengan monitoring dan peninjauan proses pada mid-term akan akan memungkinkan suatu pergeseran pada prioritas orang Indonesia yang baru, ketika ada penemuan prinsip-prinsip.

Australia telah membuat komitmen dalam jangka panjang untuk membantu usaha Indonesia untuk membangun keamanan dan kemakmuran, dan memperkuat institusi demokrasi-nya. Pendidikan adalah titik kritis untuk mengurangi kemiskinan, pertumbuhan dan stabilitas demokrasi dan hak asasi manusia. Karena itu Pemerintah Australia akan memberikan program bantuan pendidikan yang dapat dipertimbangkan untuk lebih dari enam tahun yang akan datang untuk membantu Indonesia untuk mendapatkan lebih banyak anak laki-laki dan perempuan untuk masuk dalam sekolah, dalam waktu yang lama menyediakan bagi mereka pendidikan dengan kualitas yang lebih baik.

Australia percaya bahwa pemerintah partner kita seharusnya mengasumsikan suatu bagian tanggung jawab yang lebih besar pada setiap langkah bantuan pemngembangan, dari seting prioritas dan perencanaan untuk menghantarkan dan implementasi. Laporan resmi program bantuan luar negeri Australia: Australian Aid: Promoting Growth and Stability (2006), mencatat bahwa dalam aturan penguasa yang kuat, dengan perlindungan yang cukup, pembiayaan akan dilewatkan dalam anggaran pemerintah.

Program bantuan pendidikan ini telah dirancang secara bersama antara pemerintah Indonesia dengan system efisiensi pemerintah Indonesia akan mengkritiki program untuk kesuksesanya. Kita percaya bahwa program bantuan yang dimiliki dan dipandu oleh Negara-negara partner akan lebih berkelanjutan. Dalam hal ini kebijakan Australia membantu prinsip-prinsip dari deklarasi Perancis untuk efektivitas bantuan (2005 Paris Declaration on Aid Effectiveness).

Australia melakukan pekerjaan untuk mengurangi beban Indonesia dari beban koordinasi. Kita akan mendukung usaha pemerintah untuk mencapai koordinasi yang lebih efektif dan efisien dari bantuan bilateral.

Pemerintah Indonesia telah mengembangkan visi untuk pendidikan melalui Rencana Strategi Kementerian Pendidikan Nasional 2005-2009 dan Rencana Strategi Kementerian Urusan Agama 2006-2020 dan ini dipadukan dalam Grand Design: Nine Year Basic Education in Indonesia. Masukan untuk periode lima tahun ini adalah pencapaian pendidikan dasar umum, perbaikan akses dan hak kekayaan, perbaikan standard dan kualitas, perbaikan penguasa dan tanggung jawab. Prioritas Indonesia ini menyediakan kerangka kerja yang mana bantuan Australia telah diprogramkan.

FOKUS STRATEGI KAMI

Kebijakan Indonesia dan perencanaan untuk pendidikan diuraikan dalam sector strategi nasional. Tiga pilar adalah (i) perbaikan hak akses ke pendidikan dasar (ii) perbaikan kualitas pendidikan dasar (iii) perbaikan formulasi kebijakan pendidikan, keuangan, perencanaan dan manajemen oleh pemerintah. Sebagai akses utama dengan laju mendekati 100%, tujuan prioritas pemerintah sekarang adalah memperbaiki kualitas pendidikan pada semua tingkatan sama seperti memperluas akses pada pendidikan tingkat menengah pertama pada akhir decade ini.

Tujuan bantuan Australis kepada sector pendidikan Indonesia, untuk membantu Indonesia menerapkan programnya untuk pemanfaatn secara efektif dan system sekolah yang inklusif menyediakan kesempatan bagi semua anak perempuan dan laki-laki untuk mengakses pendidikan dasar sembilan tahun, dan menyediakan kesempatan bagi laki-laki dan perempaun yang tidak sekolah memanfaatkan kesempatan sekolah dari jalur non formal. Australia akan menjadi partner internasional utama dalam mendukung ekspansi sekolah menengah tingkat pertama di Indonesia.

Bantuan kami akan mendukung system pendidikan public dan swasta Indonesia untuk mengantarkan program kualitas dan relevansi, menyiapkan pelajar untuk memberikan kontribusi pada ekonomi negara dan untuk kesempatan pendidikan lebih jauh, dengan demikian dapat menambah produktivitas manusia dan kontribusi pada pengembangan social.

Investasi dalam pendidikan dan kesehatan dari penduduk Indonesia, terutama orang miskin akan memfasilitasi pertumbuhan ekonomi dan persaingan global. Kerja keras akan lebih produktif dan warga Negara akan mendapatkan informasi yang lebih baik. Pemerintah pusat, propinsi, kabupaten/kota dan tingkatan yang lain adalah mungkin untuk memperbaiki dalam menanggapi kesadaran yang semakin meningkat dan harapan warga Negara.

Program AusAid akan mengawasi dengan ketat efektivitas performa, memanfaatkan sejauh mungkin indicator yang dikerjakan oleh Pemerintah Indonesia. Program kami juga akan membantu menguatkan pengawasan pemerintah sendiri dan system evaluasi.

Sebagaimana pengawasan terhadap tiga komponen strategi kami, kita akan menilai secara luas terhadap kontribusi program kami tujuan utama yang berhubungan dengan kesamaan jenis kelamin dan pemerintahan yang baik.

Sistem Pendidikan Indonesia

PROFIL

Pengembangan Negara Indonesia merencanakan memimpikan akses universal pada kualitas pendidikan dasar. Infrastruktur social dan pengembangan sumber daya manusia, khususnya wilayah pedesaan, untuk memungkinkan keanekaragaman ekonomi dan penciptaan lapangan kerja.

Skala dan struktur system pendidikan mencerminkan ukuran tradisi kebudayaan dari Negara dan yang penting adalah Islam, agama dengan populasi sekitar 90%. Tiga puluh Sembilan juta anak terdaftar pada pendidikan dasar. Jumlah pendaftaran pada tingkatan utama pada tahun 2005 adalah 91% (72% pada tahun 1975).

Keseluruhan jumlah pendaftaran pada tingkat SLTP mencapai 62% naik dari 50% pada tahun 1995. Perbedaan antara daerah kaya dan miskin menjadi pertimbangannya (saat ini jumlah pendaftaran 50% dari paling miskin dan 75% dari paling kaya). Laki-laki dan perempuan terdaftar pada tingkat pertama adalah sama dan pada tingkat SLTP lebih banyak perempuan dari pada laki-laki, khusunya di daerah urban. Perbedaan (celah) antara kaya dan miskin dalam pendaftaran pendidikan lebih besar dari pada antara perempuan dan laki-laki.

Meskipun mayoritas remaja telah keluar dari pendidikan pada tingkat menengah dan beberapa memiliki ketarampilan dasar melek huruf, hanya 1,1 juta yang terdaftar pada program pendidikan melek huruf (pemberantasan buta huruf) non formal. Secara internasional, hal ini merupakan partisipasi yang rendah untuk sekolah non formal.

Sistem pendidikan dicirikan ditandai dengan kerja sama antara negeri-swasta pada semua tingkatan. Pendidikan negeri melayani di bawah otoritas menteri pendidikan nasional dan kantor-kantor di daerah (propinsi, kabupaten/kota dan kecamatan). Sektor swasta, atau non pemerintah didominasi oleh institusi Islam, dengan pengawasan menteri urusan agama. Jumlah madrasah swasta yang terdaftar adalah 12% untuk pendidikan dasar dan 15% untuk menengah pertama.

Sub-sektor Islam mengantarkan pendidikan dasar melalui madrasah dan pesantren (madrasah dengan fasilitas pondok). Saat ini kira-kira 40.000 madrasah di Indonesia yang ter-registrasi di bawah Kementrian Urusan Agama, yang mana 4.000 adalah milik pemerintah (madrasah negeri). Mereka bersama-sama mengakomodasi kira-kira 6 juta anak-anak usia sekolah. Partisipasi anak perempuan menempati tingkatan tinggi dalam pendidikan Islam (lebih dari 50%). Banyak madarasah didukung oleh komunitas orang miskin dan mayoritas orang tua mengirimkan anak-anak mereka ke madrasah adalah dari 40 juta yang hidup di bawah garis kemiskinan.

Tanggung jawab untuk menyelenggarakan pendidikan dasar umum dan menengah di Indonesia adalah pada pemerintah pusat, propinsi, kabupaten/kota dan kecamatan, dengan peran utama tetap pada pemerintah kabupaten/kota. Kebijakan, strategi dan penentuan standar dikonsentrasika pada pemerintah pusat; 33 propinsi bertanggung jawab pada perencanaan dan jaminan kualitas; 430 kabupaten/kota mengatur sumber daya dan menyelenggarakan pendidikan. Semenjak diumukan aturan desentralisasi pada tahun 2000, pemerintahan propinsi dan kabupaten/kota telah diberi tanggung jawab untuk menyelenggarakan pendidikan yang lebih menyesuaiakan dengan kebutuhan local.

Kualitas pendidikan dasar di Indonesia (diukur berdasarkan lulusan siswa dan keahlian guru mengajar) secara umum masih kurang. Hasil ujian siswa bervariasi dengan perbedaan yang besar antar kabupaten/kota dan nilai kelulusan yang kurang, di daerah pedesaaan dan daerah terpencil di bawah rata-rata. Sebagian besar guru khusunya di daerah pedesaan dan propinsi-propinsi di Indonesia Timur, tidak terkualifikasi atau di bawah kualifikasi dan ini merupakan distribusi yang tidak adil dari mereka yang telah terkualifikasi. Hasil tes standar Indonesia secara internasional lebih rendah dibandingkan Negara-negara Asia lainnya.

Sejumlah besar anak-anak tidak terpelihara yang mana mempengaruhi kesehatan mereka dan hasil pembelajaran. Indonesia juga menghadapi penyebarab epidemic HIV, berpotensi penyebaran epidemic SARS, avian influenza dan penyakit lainnya. Resiko kesehatan lain yang besar adalah berhubungan dengan air dan makanan yang menimbulkan infeksi yang disebabkan bakteri, narkotika dan penggunaan tembakau. Namun sekolah secara umum belum memiliki strategi yang berhubungan dengan system kesehatan dalam promosi perilaku hidup sehat.

Kemetrian Pendidikan Nasional telah merumuskan strategi perubahan lima tahun, RENSTRA 2005-2009, untuk menunjuk kunci akses dan hambatan kualitas dan pencapaian komitmen internasional-nya untuk menuju “Millennium Development Goals”. Tanggung jawab untuk pembuatan keputusan kunci dan pembelanjaan telah diserahkan kepada kabupaten/kota tetapi saat ini mereka tidak memiliki kapasitas untuk menerapkan perubahan ini.

TANTANGAN

Ketika kemajuan telah dibuat dan target ambisi telah ditetapkan, sector pendidikan Indonesia menghadapi beberapa tantangan. Beberapa yang kritis adalah berhubungan dengan ambisi Indonesia untuk mempercepat universalisasi sekolah dasar dan sekolah menengah tingkat pertama, meningkatkan kualitas agar sama dengan Negara-negara anggota ASEAN dan memastikan bahwa pendidikan memberi kontribusi pada penurunan angka kemiskinan, persamaan gender dan pertumbuhan ekonomi.

Terdapat 38% penduduk usia SLTP yang tidak terdaftar pada pendidikan di sekolah adalah tantangan sector pendidikan yang utama; dan pemerintah telah berkomitmen untuk menyelesaikan ini pada akhir decade ini. Untuk menyediakan akses penuh pada pendidikan SLTP di seluruh negeri, investasi pada infrastruktur sekolah baru akan dipercepat.

Di beberapa kabupaten/kota, tensi social dan konflik bertanggung jawab pada pembusukan system pendidikan. Usaha khusus diperlukan untuk membangun mata rantai yang esensial antara sekolah, komunitas dan pemerintah.

Keuangan pendidikan secara umum tidak kekurangan dan penyesuaian kebijakan akan diperlukan untuk mempersempit gap antara propinsi dengan incoe tinggi dan rendah. Kesatuan pemerintahan bertanggung jawab untuk menyelenggarakan pelayanan public akan memperkuat kapasitas mereka dalam analisis politik dan perubahan kebijakan.

Ketika madrasah swasta berkontribusi secara signifikan untuk memperluas akses sekolah SLTP untuk perempuan dan laki-laki dari keluarga dengan penghasilan yang rendah, kualitas penyelenggaraan pendidikan secara umum rendah dari pada sekolah negeri, termasuk madrasah negeri. Sektor pendidikan swasta yang besar adalah sangat terpecah-pecah dan otonomi; kebijakan public berhubungan dengan peran dalam jangka panjang, pembiayaan, penyelenggaraan sekolah Islam swasta telah dikembangkan.

Pemerintah telah menetapkan target untuk menigkatkan tingkat kualifikasi guru, tetapi sebagian besar anggaran pendidikan diambil sebagai gaji, sumber daya yang menunjuk pada isu kualitas guru tidaklah cukup. Otoritas mengenali kebutuhan untuk memperbaiki performa siswa dan meningkatkan standar pendidikan di seluruh negeri, seperti halnya pengurangan perbedaan antara kota dan pedesaan. Tetapi ini dapat dilaksanakan melalui pengaturan yang lebih baik antara stretegi pembiayaan pendidikan dan sector prioritas desentralisasi. Pengalokasian penyebaran yang efektif dari anggaran untuk pembelanjaan non gaji adalah hal pokok untuk perbaikan kualitas pendidikan yang berkesinambungan.

Ketercapaian persamaan gender dalam pendidikan dasar kebijakan yang mendasar bukan hanya dari perspektif hak asasi, tetapi juga untuk membantu anak dan nutrisi keluarga, mengurangi mudah terjangkitnya HIV/AIDS, menurunkan angka kemiskinan internasional dan menunjukkan perbedaan gender pasar buruh. Dalam kedengkian komitmen pemerintah terhadap prinsip persamaan gender, penerapan tidak akan seimbang. Kurikulum dan system training untuk guru-guru sering kali bukan suatu model atau promosi persamaan gender.

Tantangan lain adalah pengaturan yang lebih baik dari fungsi dan organisasi pada pusat, propinsi, kabupaten/kota dan tingkat sekolah/komunitas. Beberapa legislative perlu dalam penyusunan aturan, tetapi penerapannya tidak efektif.

Praktek korupsi juga membatasi pelayanan penyelenggaraan pendidikan yang efektif. Pencapaian target RENSTRA untuk perbaikan penguasa dan trasparansi akan membutuhkan waktu dan ketekunan.