Senin, 22 Juni 2009

Goresan ...

Liburan tlah tiba...
Liburan tlah tiba...

Anak-anak banyak yang merengek minta jalan-jalan. Entah ke puncak, tempat wisata, yang jelas toko buku sedang naik daun. Mau gak mau orang tua disibukkan dengan belanja tahunan kebutuhan anaknya.

Tiap tahun bahkan tiap semester buku terus berubah. jarang yang memakai warisan kakaknya, ujung-ujungnya paling diloakan.

Sebagian guru bingung mencari buku apa yang cocok dengan kebutuhan pembelajaran, berbagai contoh LKS disodorkan dari beberapa merk, yang penting dapat membantu siswa di kelas. Dan masih banyak lagi program tetap tahunan.

Bagaimana dengan guru profesional???

Minggu, 21 Juni 2009

KERANGKA ANALISIS KEBIJAKAN

KERANGKA ANALISIS KEBIJAKAN

Oleh: Sri Wulan Romdaniyah

Bahkan anjing pun dapat memakan sisa-sisa makanan yang berasal dari meja orang kaya; dan pada saat ini, ketika si kaya dalam pengetahuan memakan makanan khusus di meja yang khusus, hanya anjing yang mempunyai kesempatan diet yang seimbang.
- SIR GEOFFREY VICKERS, The Art of Judgement: A Study of Policy Making (1965)


A. Analisis Kebijakan
Istilah ‘kebijakan’ yang dimaksud dalam materi ini disepadankan dengan kata bahasa Inggris ‘policy’ yang dibedakan dari kata ‘wisdom’ yang berarti ‘kebijaksanaan’ atau ‘kearifan’.Menurut Ealau dan Prewitt, kebijakan adalah sebuah ketetapan yang berlaku yang dicirikan oleh perilaku yang konsisten dan berulang, baik dari yang membuatnya maupun yang mentaatinya (yang terkena kebijakan itu) (Suharto, 1997). Kamus Webster memberi pengertian kebijakan sebagai prinsip atau cara bertindak yang dipilih untuk mengarahkan pengambilan keputusan. Titmuss mendefinisikan kebijakan sebagai prinsip-prinsip yang mengatur tindakan yang diarahkan kepada tujuan-tujuan tertentu (Suharto, 1997). Kebijakan, menurut Titmuss, senantiasa berorientasi kepada masalah (problem-oriented) dan berorientasi kepada tindakan (action-oriented). Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa kebijakan adalah suatu ketetapan yang memuat prinsip-prinsip untuk mengarahkan cara-cara bertindak yang dibuat secara terencana dan konsisten dalam mencapai tujuan tertentu. (dalam Edi Suharto, http://www.policy.hu/suharto/modul_a/makindo_17.htm).
Analisis kebijakan adalah suatu bentuk analisis yang menghasilkan dan menyajikan informasi sedemikian rupa sehingga dapat memberi landasan dari para pembuat kebijakan dalam membuat keputusan … Analisis kebijakan dapat dipakai dalam perbaikan penilaian diantara para pembuat kebijakan.
Analisis kebijakan (policy analysis) dapat dibedakan dengan pembuatan atau pengembangan kebijakan (policy development). Analisis kebijakan tidak mencakup pembuatan proposal perumusan kebijakan yang akan datang. Analisis kebijakan lebih menekankan pada penelaahan kebijakan yang sudah ada. Sementara itu, pengembangan kebijakan lebih difokuskan pada proses pembuatan proposal perumusan kebijakan yang baru.
Namun demikian, baik analisis kebijakan maupun pengembangan kebijakan keduanya memfokuskan pada konsekuensi-konsekuensi kebijakan. Analisis kebijakan mengkaji kebijakan yang telah berjalan, sedangkan pengembangan kebijakan memberikan petunjuk bagi pembuatan atau perumusan kebijakan yang baru.
Menurut Dunn, analisis kebijakan adalah ilmu sosial terapan yang menggunakan berbagai metode penelitian dan argumentasi untuk menghasilkan informasi yang relevan dalam menganalisis masalah-masalah sosial yang mungkin timbul akibat diterapkannnya suatu kebijakan. Ruang lingkup dan metoda analisis kebijakan umumnya bersifat deskriptif dan faktual mengenai sebab-sebab dan akibat-akibat suatu kebijakan.
Menurut Quade (1982 dalam Edi Suharto, http://www.policy.hu/suharto/modul_a/makindo_17.htm). analisis kebijakan adalah suatu jenis penelaahan yang menghasilkan informasi sedemikian rupa yang dapat dijadikan dasar-dasar pertimbangan para pembuat kebijakan dalam memberikan penilaian-penilaian terhadap penerapan kebijakan sehingga diperoleh alternatif-alternatif perbaikannya. Kegiatan penganalisisan kebijakan dapat bersifat formal dan hati-hati yang melibatkan penelitian mendalam terhadap isu-isu atau masalah-masalah yang berkaitan dengan evaluasi suatu program yang telah dilaksanakan. Namun demikian, beberapa kegiatan analisis kebijakan dapat pula bersifat informal yang melibatkan tidak lebih dari sekadar kegiatan berfikir secara cermat dan hati-hati mengenai dampak-dampak diterapkannya suatu kebijakan.
Analisis kebijakan publik bertujuan memberikan rekomendasi untuk membantu para pembuat kebijakan dalam upaya memecahkan masalah-masalah publik. Di dalam analisis kebijakan publik terdapat informasi-informasi berkaitan dengan masalah-masalah publik serta argumen-argumen tentang berbagai alternatif kebijakan, sebagai bahan pertimbangan atau masukan kepada pihak pembuat kebijakan.
Analisis kebijakan tidak diciptakan untuk membangun dan menguji teori-teori deskriptif yang umum, misalnya teori-teori politik dan sosiologi mengenai elit pembuatan kebijakan atau teori-teori ekonomi mengenai determinan pembelanjaan publik, akan tetapi analisis kebijakan mengkombinasikan dan mentransformasikan substansi dan metode beberapa disiplin, dan lebih jauh lagi menghasilkan informasi yang relevan dengan kebijakan yang digunakan untuk mengatasi masalah-masalah public tertentu.
Sebagai disiplin ilmu terapan, analisis kebijakan meminjam tidak hanya ilmu social dan perilaku tetapi juga administrasi public, hukum, etika dan berbagai macam cabang analisis system dan matematika terapan. Analisis kebijakan dapat diharapkan untuk menghasilkan informasi dan argumen-argumen yang masuk akal mengenai tiga macam pertanyaan:
1. Nilai yang pencapaiannya merupakan tolok ukur utama untuk melihat apakah masalah telah teratasi.
2. Fakta yang keberadaannya dapat membatasi atau meningkatkan pencapaian nilai-nilai.
3. Tindakan yang penerapannya dapat menghasilkan pencapaian nilai-nilai.
Dalam menghasilkan informasi dan argumen, seorang analis dapat memakai satu atau lebih dari tiga pendekatan, yaitu empiris, valuatif, dan normative. Pendekatan empiris ditekankan pada sebab akibat dari suatu kebijakan public tertentu. Disini pertanyaan utama bersifat factual (Apakah sesuatu ada?) dan informasi yang dihasilkan bersifat deskriptif. Analis misalnya, dapat mendeskripsikan, menjelaskan, atau meramalkan pengeluaran public untuk kesehatan, pendidikan, atau jalan-jalan raya. Sebaliknya, pendekatan valuatif terutama ditekankan pada penentuan bobot atau nilai beberapa kebijakan. Disini pertanyaannya berkenaan dengan nilai (Berapa nilainya?) dan informasi yang dihasilkan bersifat valuatif. Sedangkan pendekatan normative ditekankan pada rekomendasi serangkaian tindakan yang akan dating yang dapat menyelesaikan masalah-masalah public. Berkenaan dengan tindakan (Apa yang harus dilakukan?) dan tipe ninformasi yang dihasilkan bersifat preskriptif. Jika disimpulkan dalam table pendekatan analisis kebijakan sebagai berikut:

Pendekatan Pertanyaan Utama Tipe Informasi
Empiris Adakah dan akankah ada (fakta) Deskriptif dan prediktif
Valuatif Apa manfaatnya (nilai) Valuatif
Normatif Apakah yang harus diperbuat (aksi) Preskriptif

Ada beberapa tipe analisis kebijakan yang dapat dipakai untuk perbaikan kebijakan. Sebagai suatu definisi analisis kebijakan menekankan sifat praktis terhadap tanggapan-tanggapan masalah yang muncul dan krisis yang dihadapi pemerintah.
Lima tipe informasi yang dihasilkan oleh analisis kebijakan adalah: masalah kebijakan, masa depan kebijakan, aksi kebijakan, hasil kebijakan, dan kinerja kebijakan. Kelima tipe informasi tersebut diperoleh melalui lima prosedur analisis kebijakan: perumusan masalah, peramalan, rekomendasi, pemantauan, dan evaluasi.
 Pemantauan (deskripsi) memungkinkan untuk menghasilkan informasi tentang sebab masa lalu dan akibat dari kebijakan.
 Peramalan (predisksi) memungkinkan untuk menghasilkan informasi tentang konsekuensi yang akan dating dari kebijakan.
 Evaluasi (evaluasi) mencakup produksi informasi tentang nilai atau kegunaan dari kebijakan yang lalu dan yang akan dating.
 Rekomendasi (preskripsi) memungkinkan untuk menghasilkan informasi tentang kemungkinan bahwa serangkaian tindakan yang akan datang akan mendatangkan akibat yang bernilai.
 Perumusan masalah. Artinya harus mengetahui keberadaan suatu masalah.
Perumusan masalah kebijakan adalah suatu proses penyelidikan untuk mengumpulkan informasi mengenai konsekuensi-konsekuensi kebijakan sosial yang mempengaruhi kelompok sasaran. Perumusan masalah kebijakan juga mencakup pencarian solusi-solusi terhadap dampak-dampak kebijakan yang bersifat negatif.
Masalah-masalah kebijakan secara umum memiliki enam elemen, yaitu:
a. Masalah kebijakan. Informasi ini meliputi argumen mengenai bukti-bukti pemasalahan, alternatif-alternatif kebijakan, tindakan-tindakan kebijakan, hasil-hasil kebijakan, dan keberhasilan-keberhasilan kebijakan.
b. Klaim kebijakan. Klaim kebijakan adalah kesimpulan-kesimpulan mengenai argumen-argumen kebijakan. Sebagai contoh, pemerintah harus berinvestasi dalam bidang pendidikan atau mengeluarkan dana lebih besar lagi bagi penanggulangan anak jalanan dsb.
c. Justifikasi atau pembenaran. Aspek ini meliputi asumsi mengenaiargumen kebijakan yang memungkinkan analisis kebijakan untuk melangkah dari masalah kebijakan ke klaim kebijakan. Suatu asumsi bisa mencakup informasi yang bersifat otoritatif, intuitif, analitis, kausal, pragmatis maupun kritis.
d. Pendukung. Pendukung adalah informasi-informasi yang dapat digunakan sebagai dasar yang mendukung justifikasi. Pendukung dapat berupa hukum-hukum keilmuan, pendapat-pendapat para ahli atau prinsip-prinsip etis dan moral.
e. Keberatan-keberatan atau sanggahan-sanggahan. Keberatan-keberatan adalah kesimpulan yang kedua atau argumen alternatif yang menyatakan bahwa suatu kondisi tidak dapat diterima (ditolak) atau dapat diterima dengan syarat-syarat tertentu.
f. Prasyarat. Aspek ini merupakan kondisi-kondisi yang dapat meyakinkan atau menjadi dasar bagi analis kebijakan untuk membenarkan klaim kebijakan. Dalam analisis kebijakan, prasyarat biasanya dinyatakan dalam bahasa “kemungkinan” atau probabilitas. Misalnya, “kemungkinan besar”, “kecenderungannya adalah” atau “pada taraf signifikansi 1 persen”.
B. Argumentasi Kebijakan
Setiap argumen kebijakan memunyai enam elemen informasi yang relevan dengan kebijakan, klaim kebijakan, pembenaran, dukungan, bantahan, dan penguat. Analisis kebijakan umunya bersifat kognitif, sedangkan pembuat kebijakan bersifat politis. Sistem kebijakan bersifat dialektis, merupakan kreasi subyektif dari pelaku kebijakan, merupakan realitas objektif, dan para pelaku kebijakan merupakan produk dari sistem kebijakan.
Ada dua pendekatan yang berlawanan untuk mendefinisikan pengetahuan esensialis dan plausibilis. Pengetahuan yang siap pakai atau yang relevan dengan kebijakan mengandung pernyataan kebenaran yang secara plausibel optimal yang dibuat dengan keterlibatan di dalam proses komunikasi, argumentasi, dan debat kebijakan. Kriteria untuk mengkaji plausibilitas argumen kebijakan meliputi kelengkapan, konsonansi, kohesivitas, regularitas fungsional, dan kesederhanaan, kehematan dan ketepatan fungsional. Informasi kebijakan yang sama dapat mengarah ke pernyataan kebijakan yang sama sekali berbeda, tergantung pada asumsi yang terkandung di dalam suatu argumen kebijakan.
Ada delapan cara argumen kebijakan yang dapat dipertimbangkan: otoritatif, statistikal, klasifikasional, intuitif, analisentrik, eksplanatori, pragmatis, dan kritik nilai.
Model-model kebijakan adalah penyederhanaan representasi aspek-aspek kondisi masalah yang terseleksi. Model-model kebijakan berguna dan penting, penggunaannya bukan masalah pilihan, semenjak setiap orang menggunakan beberapa model untuk menyederhanakan kondisi masalah. Model kebijakan tidak dapat membedakan antara pertanyaan yang penting dan tidak penting; juga model tidak dapat menjelaskan, memprediksi, mengevaluasi atau membuat rekomendasi, karena penilaian berada di luar model dan bukan bagiannya. Dimensi-dimensi yang paling penting dari model-model kebijakan adalah tujuan (deskriptif lawan normatif), bentuk ekspresi (verbal, simbolis, prosedural), dan asumsi-asumsi metodologis (pengganti lawan perspektif). Metode-metode untuk merumuskan masalah-masalah kebijakan meliputi analisis batasan, analisis klasifikasional, analisis hierarki, sinektika, brainstorming, analisis perspektif berganda, analisis asumsional dan pemetaan argumentasi.
Metode analisis kebijakan sangat terkait dengan persoalan moral dan etika, karena rekomendasi kebijakan mengharuskan kita menentukan alternatif-alternatif mana yang paling bernilai dan mengapa demikian. Rekomendasi berkenaan pemilihan secara bernalar dua atau lebih alternatif. Model pilihan yang sederhana meliputi definisi masalah yang memerlukan dilakukannya suatu tindakan; perbandingan konsekuensi dua atau lebih alternatif untuk memcahkan masalah; dan rekomendasi alternatif yang paling dapat memenuhi kebutuhan, nilai atau kesempatan.

C. Sistem Kebijakan
Sistem kebijakan (policy system) atau seluruh pola institusional dimana di dalamnya kebijakan dibuat, mencakup hubungan timbale balik diantara tiga unsure, yaitu kebijakan public, pelaku kebijakan, dan lingkungan kebijakan. Hal tersebut digambarkan seperti bagan di bawah ini.












D. Bentuk Analisis Kebijakan
Analisis kebijakan publik berdasarkan kajian kebijakannya dapat dibedakan antara analisis kebijakan sebelum adanya kebijakan publik tertentu dan sesudah adanya kebijakan publik tertentu. Analisis kebijakan sebelum adanya kebijakan publik berpijak pada permasalahan publik semata sehingga hasilnya benar-benar sebuah rekomendasi kebijakan publik yang baru. Keduanya baik analisis kebijakan sebelum maupun sesudah adanya kebijakan mempunyai tujuan yang sama yakni memberikan rekomendasi kebijakan.
Dunn membedakan tiga bentuk utama analisis kebijakan publik, yaitu:
1. Analisis kebijakan prospektif
Analisis Kebijakan Prospektif yang berupa produksi dan transformasi informasi sebelum aksi kebijakan dimulai dan diimplementasikan. Analisis kebijakan disini merupakan suatu alat untuk mensintesakan informasi untuk dipakai dalam merumuskan alternatif dan preferensi kebijakan yang dinyatakan secara komparatif, diramalkan dalam bahasa kuantitatif dan kualitatif sebagai landasan atau penuntun dalam pengambilan keputusan kebijakan.







2. Analisis kebijakan retrospektif
Analisis Kebijakan Retrospektif adalah sebagai penciptaan dan transformasi informasi sesudah aksi kebijakan dilakukan. Terdapat 3 tipe analis berdasarkan kegiatan yang dikembangkan oleh kelompok analis ini yakni analis yang berorientasi pada disiplin, analis yang berorientasi pada masalah dan analis yang berorientasi pada aplikasi. Tentu saja ketiga tipe analisis retrospektif ini terdapat kelebihan dan kelemahan.

3. Analisis kebijakan yang terintegrasi
Analisis Kebijakan yang terintegrasi merupakan bentuk analisis yang mengkombinasikan gaya operasi para praktisi yang menaruh perhatian pada penciptaan dan transformasi informasi sebelum dan sesudah tindakan kebijakan diambil. Analisis kebijakan yang terintegrasi tidak hanya mengharuskan para analis untuk mengkaitkan tahap penyelidikan retrospektif dan perspektif, tetapi juga menuntut para analis untuk terus menerus menghasilkan dan mentransformasikan informasi setiap saat.


FUNGSI-FUNGSI ARGUMEN KEBIJAKAN

Argumen yang substantive berperan untuk membangun atau mengkritik validitas pernyataan, baik pernyataan tentang kebenaran yang implicit di dalam pernyataan itu sendiri atau pernyataan yang terkait dengan norma (dari tindakan ataupun evaluasi) atau pernyataan yang tersirat di dalam rekomendasi dan peringatan. Pernyataan-pernyataan tersebut mempunyai kekuatan untuk meyakinkan para partisipan wacana untuk menyediakan pijakan rasional terhadap adanya pernyataan tentang validitas.
-JURGEN HABERMAS, Legitimation Crisis (1975)

Maksud dari argument kebijakan dalam hal ini adalah mengkaji struktur argument kebijakan dan perannya dalam mengubah informasi kebijakan menjadi pengetahuan yang siap pakai. Tujuan utamanya adalah menjelaskan bagaimana informasi yang sama dapat menuntun ke pernyataan pengetahuan yang berbeda, tergantung pada asumsi yang dipakai untuk melakukan argument dan debat kebijakan. Prinsip-prinsip dan generalisasi yang harus diketahui adalah sebagai berikut:
 Ada dua pendekatan yang berlawanan untuk mendefinisikan pengetahuan: “esensialis” dan ‘plausibilis”. Untuk dapat dipandang sebagai pengetahuan, keyakinan tidak harus pasti; keyakinan dapat bersifat plausible secara optimal dalam konteks tertentu dan masih berkualitas sebagai pengetahuan.
 Ketika dipertentangkan dengan analisis kebijakan yang standar, kelebihan utama dari cara argument structural adalah bahwa cara ini bersifat interpretative, multirasional, kritis, transaktif, etis, dan multi cara.
 Criteria untuk mengkaji plausibilitas argument kebijakan meliputi kelengkapan, konsonansi, kohesivitas, regularitas fungsional, dan kesederhanaan, kehematan dan ketepatan fungsional. Sistem criteria ini dapat diterapkan pada banyak cara argument kebijakan dan relevan terhadap standar, aturan dan prosedur yang dipakai para pakar maupun orang awam.

DAFTAR PUSTAKA

Edi Suharto. Analisis Kebijakan Sosial. http://www.policy.hu/suharto/modul_a/makindo_17.htm.
Tatang Taufiq. Argumen Isu Kebijakan Inovasi [1] . http://tatang-taufik.blogspot.com/2008/12/argumen-isu-kebijakan-inovasi-1.html

Tatang Taufiq. Analisis kebijakan Publik. http://izzahluvgreen.wordpress.com/2008/05/24/analisis-kebijakan-publik/
-----.Merumuskan Masalah Kebijakan.
http://blog.unila.ac.id/artefaksi/2008/05/05/merumuskan-masalah-kebijakan/
-----. Pengertian Dan Bentuk Analisis Kebijakan Publik
http://massofa.wordpress.com/2008/10/15/pengertian-dan-bentuk-analisis-kebijakan-publik/
-----. Analisis Kebijakan Pendidikan dalam Jabatan (Inservice Training) untuk Pengemban.
http://pustekkom.depdiknas.go.id/index.php?pilih=hal&id=54

ANALISIS KEBIJAKAN SEKOLAH BERTARAF INTERNASIONAL (SBI)

ANALISIS KEBIJAKAN
SEKOLAH BERTARAF INTERNASIONAL (SBI)

Oleh: Sri Wulan Romdaniyah.

A. Struktur Argumen Kebijakan


















B. Penjelasan

Sebuah kebijakan pemerintah Indonesia untuk memperbaiki kualitas pendidikan nasional agar memiliki daya saing dengan negara-negara maju lainnya. Icon SBI di mata masyarakat Indonesia tak bisa lepas dari bilingual sebagai medium of instruction, multi media dalam pembelajaran di kelas, berstandar internasional, ataupun sebagai sekolah prestisius dengan jalinan kerjasama antara Indonesia dengan negara-negara anggota OECD maupun lembaga-lembaga tes/sertifikasi internasional, seperti Cambridge, IB, TOEFL/TOEIC, ISO, dan lain-lain.
Dengan adanya Sekolah Bertaraf Internasional maka ada beberapa konsep/ kriteria yang harus dilakukan oleh sekolah tersebut untuk dapat meningkatkan mutu pendidikan. Konsep tersebut adalah:

a. Filosofi Eksistensialisme dan Esensialisme
Penyelenggaraan SBI didasari filosofi eksistensialisme dan esensialisme (fungsionalisme). Filosofi eksistensialisme berpandangan bahwa dalam proses belajar mengajar, peserta didik harus diberi perlakuan secara maksimal untuk mengaktualkan, mengeksiskan, menyalurkan semua potensinya, baik potensi (kompetensi) intelektual (IQ), emosional (EQ), dan Spiritual (SQ).
Filosofi esensialisme menekankan bahwa pendidikan harus berfungsi dan relevan dengan kebutuhan, baik kebutuhan individu, keluarga, maupun kebutuhan berbagai sektor dan sub-sub sektornya, baik lokal, nasional, maupun internasional. Dalam mengaktualkan kedua filosofi tersebut, empat pilar pendidikan, yaitu: learning to know, learning to do, learning to live together, and learning to be merupakan patokan berharga bagi penyelarasan praktek-praktek penyelenggaraan pendidikan di Indonesia, mulai dari kurikulum, guru, proses belajar mengajar, sarana dan prasarana, hingga sampai penilainya.

b. SNP + X (OECD)
Rumusan SNP + X (OECD) maksudnya adalah SNP singkatan dari Standar Nasional Pendidikan plus X. Sedangkan OECD singkatan dari Organization for Economic Co-operation and Development atau sebuah organisasi kerjasama antar negara dalam bidang ekonomi dan pengembangan. Anggota organisasi ini biasanya memiliki keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan yang telah diakui standarnya secara internasional.
SNP+X di atas artinya bahwa dalam penyelenggaraan SBI, sekolah/madrasah harus memenuhi Standar Nasional Pendidikan (Indonesia) dan ditambah dengan indikator X, maksudnya ditambah atau diperkaya/di-kembangkan/diperluas/diperdalam dengan standar anggota OECD di atas atau dengan pusat-pusat pelatihan, industri, lembaga-lembaga tes/sertifikasi inter-nasional, seperti Cambridge, IB, TOEFL/TOEIC, ISO, pusat-pusat studi dan organisasi-organisasi multilateral seperti UNESCO, UNICEF, SEAMEO, dan sebagainya.
Ada dua cara yang dapat dilakukan sekolah/madrasah untuk memenuhi karakteristik (konsep) Sekolah Bertaraf Internasional (SBI), yaitu sekolah yang telah melaksanakan dan memenuhi delapan unsur SNP sebagai indikator kinerja minimal ditambah dengan (X) sebagai indikator kinerja kunci tambahan.
Dua cara itu adalah: (1) adaptasi, yaitu penyesuaian unsur-unsur tertentu yang sudah ada dalam SNP dengan mengacu (setara/sama) dengan standar pendidikan salah satu anggota OECD dan/atau negara maju lainnya yang mempunyai keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan, diyakini telah memiliki reputasi mutu yang diakui secara internasional, serta lulusannya memiliki kemampuan daya saing internasional; dan (2) adopsi, yaitu penambahan atau pengayaan/pendalaman/penguatan/perluasan dari unsur-unsur tertentu yang belum ada diantara delapan unsur SNP dengan tetap mengacu pada standar pendidikan salah satu anggota OECD/negara maju lainnya.
c. Karakteristik Sekolah Bertaraf Internasional
1). Karakteristik visi
Visi Sekolah Bertaraf Internasional adalah: Terwujudnya Insan Indonesia yang cerdas dan kompetitif secara internasional.
2). Karakteristik Esensial
Karakteristik esensial dalam indikator kunci minimal (SNP) dan indikator kunci tambahan (x) sebagai jaminan mutu pendidikan bertaraf internasional .
Karakteristik Esensial SMP-SBI sebagai Penjaminan Mutu
Pendidikan Bertaraf Internasional
No Obyek Penjaminan Mutu (unsur Pendidikan dalam SNP) Indikator Kinerja Kunci Minimal (dalam SNP) Indikator Kinerja Kunci Tambahan sebagai (x-nya)
I Akreditasi Berakreditasi A dari BAN-Sekolah dan Madrasah Berakreditasi tambahan dari badan akreditasi sekolah pada salah satu lembaga akreditasi pada salah satu negara anggota OECD dan/atau negara maju lainnya yang mempunyai keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan
II Kurikulum (Standar Isi) dan Standar Kompetensi lulusan Menerapkan KTSP Sekolah telah menerapkan system administrasi akademik berbasis teknologi Informasi dan Komu-nikasi (TIK) dimana setiap siswa dapat meng-akses transkipnya masing-masing.
Memenuhi Standar Isi Muatan pelajaramn (isis) dalam kurikulum telah setara atau lebih tinggi dari muatan pelajaran yang sama pada sekolah unggul dari salah satu negara diantara 30 negara anggota OECD dan/atau dari negara maju lainnya.
Memenuhi SKL Penerapan standar kelulusan yang setara atau lebih tinggi dari SNP
Meraih mendali tingkat internasional pada berbagai kompetensi sains, matematika, tekno-logi, seni, dan olah raga.
III Proses Pembelajaran Memenuhi Standar Proses • Proses pembelajaran pada semua mata pelajaran telah menjadi teladan atau rujukan bagi sekolah lainnya dalam pengembangan akhlak mulia, budi pekerti luhur, kepribadian unggul, kepemimpinan, jiwa kewirausahaan, jiwa patriot, dan jiwa inovator
• Proses pembelajaran telah diperkaya dengan model-model proses pembelajaran sekolah unggul dari salah satu negara diantara 30 negara anggota OECD dan/atau negara maju lainnya.
• Penerapan proses pembelajaran berbasis TIK pada semua mapel
• Pembelajaran pada mapel IPA, Matematika, dan lainnya dengan bahasa Inggris, kecuali mapel bahasa Indonesia.
IV Penilaian Memenuhi Standar Penilaian Sistem/model penilaian telah diperkaya dengan system/model penilaian dari sekolah unggul di salah satu negara diantara 30 negara anggota OECD dan/atau negara maju lainnnya.
V Pendidik Memenuhi Standar Pendidik • Guru sains, matematika, dan teknologi mampu mengajar dengan bahasa Inggris
• Semua guru mampu memfasilitasi pem-belajaran berbasis TIK
• Minimal 20% guru berpendidikan S2/S3 dari perguruan tinggi yang program studinya terakreditasi A
VI Tenaga Kependidikan Memenuhi Standar Tenaga Kependidikan • Kepala sekolah berpendidikan minimal S2 dari perguruan tinggi yang program studinya terakreditasi A
• Kepala sekolah telah menempuh pelatihan kepala sekolah yang diakui oleh Pemerintah
• Kepala sekolah mampu berbahasa Inggris secara aktif
• Kepala sekolah memiliki visi internasional, mampu membangun jejaring internasional, memiliki kompetensi manajerial, serta jiwa kepemimpinan dan enterprenual yang kuat
VII Sarana Prasarana Memenuhi Standar Sarana Prasarana • Setiap ruang kelas dilengkapi sarana pembelajaran berbasis TIK
• Sarana perpustakaan TELAH dilengkapi dengan sarana digital yang memberikan akses ke sumber pembelajaran berbasis TIK di seluruh dunia
• Dilengkapi dengan ruang multi media, ruang unjuk seni budaya, fasilitas olah raga, klinik, dan lain-lain.
VIII Pengelolaan Memenuhi Standar Pengelolaan • Sekolah meraih sertifikat ISO 9001 versi 2000 atau sesudahnya (2001, dst) dan ISO 14000
• Merupakan sekolah multi kultural
• Sekolah telah menjalin hubungan “sister school” dengan sekolah bertaraf/berstandar internasional diluar negeri
• Sekolah terbebas dari rokok, narkoba, kekerasan, kriminal, pelecehan seksual, dan lain-lain
• Sekolah menerapkan prinsip kesetaraan gender dalam semua aspek pengelolaan sekolah
IX Pembiayaan Memenuhi Standar Pem-biayaan • Menerapkan model pembiayaan yang efisien untuk mencapai berbagai target indikator kunci tambahan

3). Karakteristik Penjaminan Mutu (Quality Assurance)
a). output (produk)/lulusan SBI
Adalah memiliki kemampuan-kemampuan bertaraf nasional plus internasional sekaligus, yang ditunjukkan oleh penguasaan SNP Indonesia dan penguasaan kemampuan-kemampuan kunci yang diperlukan dalam era global.
Ciri-ciri output/outcomes SBI sebagai berikut; (1) lulusan SBI dapat melanjutkan pendidikan pada satuan pendidikan yang bertaraf internasional, baik di dalam negeri maupun luar negeri, (2) lulusan SBI dapat bekerja pada lembaga-lembaga internasional dan/atau negara-negara lain, dan (3) meraih mendali tingkat internasional pada berbagai kompetensi sains, matematika, teknologi, seni, dan olah raga.
b). proses pembelajaran SBI
Ciri-ciri proses pembelajaran, penilaian, dan penyelenggaraan SBI sebagai berikut: (1) pro-perubahan, yaitu proses pembelajaran yang mampu menumbuhkan dan mengembangkan daya kreasi, inovasi, nalar, dan eksperimentasi untuk menemukan kemungkinan-kemungkinan baru, a joy of discovery, (2) menerapkan model pem-belajaran aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan; student centered; reflective learning, active learning; enjoyable dan joyful learning, cooperative learning; quantum learning; learning revolution; dan contextual learning, yang kesemuanya itu telah memiliki standar internasional; (3) menerapkan proses pembelajaran berbasis TIK pada semua mata pelajaran; (4) proses pembelajaran menggunakan bahasa Inggris, khususnya mata pelajaran sains, matematika, dan teknologi; (5) proses penilaian dengan menggunakan model penilaian sekolah unggul dari negara anggota OECD dan/atau negara maju lainnya, dan (6)dalam penyelenggaraan SBI harus menggunakan standar manajemen intenasional.
c). input
ciri input SBI ialah (1) telah terakreditasi dari badan akreditasi sekolah di salah negara anggota OECD atau negara maju lainnya, (2) standar lulusan lebih tinggi daripada standar kelulusan nasional, (3) jumlah guru minimal 20% berpendidikan S2/S3 dari perguruan tinggi yang program studinya terakreditasi A dan mampu berbahasa inggris aktif. Kepala sekolah minimal S2 dari perguruan tinggi yang program studinya terakreditasi A dan mampu berbahasa inggris aktif. (4) siswa baru (intake) diseleksi secara ketat melalui saringan rapor SD, ujian akhir sekolah, scholastic aptitude test (SAT), kesehatan fisik, dan tes wawancara. Siswa baru SBI memeliki potensi kecerdasan unggul yang ditunjukkan oleh kecerdasan intelektual, emosional, dan spiritual, dan berbakat luar biasa.
Kebijakan pemerintah mengenai SBI selain didukung secara konstitusi dalam UU No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas Pasal 50 ayat (3), dan SBI merupakan proyek prestisius, karena akan dibiayai oleh Pemerintah Pusat 50%, Pemerintah Propinsi 30%, dan Pemerintah Kabupaten/Kota 20%.
Salah satu pembangunan sekolah bertaraf internasional untuk meningkatkan daya saing bangsa. Dalam hal ini, pemerintah perlu mengembangan SBI pada tingkat kabupaten/kota melalui kerja sama yang konsisten antara Pemerintah dengan Pemerintah Kabupaten/Kota yang bersangkutan untuk mengembangkan SD, SMP, SMA, dan SMK yang bertaraf internasional sebanyak 112 unit di seluruh Indonesia.
Ada beberapa hal yang dapat kita jadikan sebagai bahan pertimbangan untuk mengkritisi kebijakan pemerintah tentang SBI tersebut, yaitu:
1. SBI lebih cenderung menggunakan perencanaan pendidikan dengan Pendekatan Cost Effectivenes (efektivitas biaya).
2. Potensi terjadi Sistem Pendidikan yang Bersifat Diskriminatif dan Eksklusif.
3. Konsep SNP+X kurang jelas
4. Potensi terjadi komersialisasi pendidikan
5. Tujuan pendidikan yang misleading.
6. Konsep SBI cenderung lebih menekankan pada alat daripada proses.
7. Konsep ini berangkat dari asumsi yang salah tentang penguasaan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar dan hubungannya dengan nilai TOEFL.
8. Kebijakan SBI bertolak belakang dengan otonomi sekolah dan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)

Analisis Kebijakan "Sekolah Gratis"

ANALISIS KEBIJAKAN
“SEKOLAH GRATIS”

A. Struktur Argumen Kebijakan


















B. Penjelasan
Pemerintah mempunyai kebijakan untuk meringankan biaya pendidikan (Sekolah Gratis) dalam mensukseskan program wajib belajar agar semua anak usia wajib belajar dapat memperoleh akses belajar. Akses pendidikan tidak boleh memandang latar belakang sosial, ekonomi, budaya, dan semua latar belakang lainnya. Semua anak usia 7 – 15 tahun harus dapat memperoleh pendidikan yang bermutu.
Sebetulnya ”Sekolah Gratis” tidak pernah ada dalam ketentuan dan perundang-undangan yang berlaku. Yang ada adalah istilah PEMERINTAH WAJIB MEMBIAYAINYA dalam UUD 1945 dan TANPA MEMUNGUT BIAYA dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pasal 31 (2) dalam UUD 1945 hasil Amandemen menyebutkan bahwa:
”Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan PEMERINTAH WAJIB MEMBIAYAINYA”
Sementara Pasal 34 (2) UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menegaskan bahwa:
”Pemerintah dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar TANPA MEMUNGUT BIAYA."
Jadi, makna amanat tersebut sebenarnya memang sama dengan ”gratis”. Itu tidak dapat dipungkiri, maka perlu adanya PP yang mengatur lebih lanjut mengenai ”PEMERINTAH WAJIB MEMBIAYAINYA” dan TANPA MEMUNGUT BIAYA”, termasuk apakah masyarakat sama sekali TIDAK BOLEH UNTUK BERAMAL?
Agar upaya pemerintah untuk membantu pendidikan gratis, (atau lebih tepatnya meringankan biaya pendidikan) ini tidak mubazir, sepatutnya perlu dipandang beberapa hal: yakni, pertama, disadari atau tidak, yang namanya pendidikan itu memang mahal, jika melihat konteks bahwa pendidikan itu wajib bagi setiap orang semasa hidupnya, tidak hanya dibatasi sembilan tahun saja.
Kedua, subsidi pendidikan dialokasikan sebaiknya tidak hanya diperuntukkan terbatas pada siswa sekolah saja, melainkan juga untuk kesejahteraan guru (atau bahkan orang tua/wali siswa?). Seorang guru pun bisa saja tidak mampu mencukupi kebutuhan pimer sehari-harinya. Ini juga untuk menghindari adanya 'kecemburuan sosial' terhadap anak didiknya. Jika persoalan ekomomis guru terbantukan, maka setidak-tidaknya akan tumbuh semangat yang menyala untuk memotivasi siswa agar terus maju dan giat belajar dan bekerja.
Ketiga, siswa yang berprestasi layak diberi award, penghargaan, misalnya berupa beasiswa melanjutkan studi ke jenjang perguruan tinggi baik dalam maupun luar negeri.
Keempat, perlu adanya jalur khusus bagi siswa yang memiliki bakat dan minat yang berbeda, umpamanya dengan cara memberikan sejumlah ketrampilan yang diminatinya.
Kelima, pemerintah, secara formal atau nonformal, minimal sekali-kali meninjau, mengontrol, memonitoring kebijakan yang telah dilontarkannya itu dari jarak dekat. Kegiatan ini perlu dilakukan untuk mengetahui apakah subsidi itu sudah digunakan dengan semestinya atau tidak. Dengan demikian, peristiwa yang tidak diinginkan dapat mencemarkan citra pendidikan, dapat sedini mungkin dicegah.
Konsep sekolah gratis belum jelas dapat ditinjau ; Pertama, bahwa konsep sekolah gratis masih perlu dijabarkan secara lebih rinci dengan ketentuan perundah-undangan yang lebih operasional. PP tentang Wajib Belajar atau PP tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan sebenarnya harus dapat mewadahi pelaksanaan konsep ini. Apalagi jika dapat dijabarkan secara lebih rinci lagi dengan beberapa legislasi di tingkat provinsi dan kabupaten/kota.
Kedua, konsep sekolah gratis merupakan salah satu contoh dari konsep-konsep yang belum selesai, belum jelas, dan belum tuntas. Konsep ini masih membuat kebingunan bagi para pelaksana di lapangan, juga bagi masyarakat. Beberapa pertanyaan masih belum dapat dijawab secara pasti. Misalnya, (1) apakah biaya sekolah gratis itu hanya untuk memenuhi standar biaya minimal atau termasuk untuk peningkatan mutu pendidikan yang lebih optimal, (2) bagaimana dengan biaya untuk SBI (sekolah bertaraf internasional) dan sejenisnya, (3) apakah dengan konsep ini memang orangtua atau masyarakat sama sekali tidak boleh memberikan bantuan kepada sekolah?
Dengan adanya sekolah gratis peningkatan kuantitas siswa di suatu daerah dapat meningkat, artinya masyarakat tergerak untuk menyekolahkan anaknya sehingga meminimalkan anak yang putus sekolah. Kebijakan ini di dukung oleh APBD, APBN, masyarakat yang membutuhkan, serta peran politik yang lagi panas.

RPP Magnet

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
( RPP )


Sekolah : SMP Muhammadiyah 8 Batu
Kelas / Semester : IX / Genap
Mata Pelajaran : IPA


Standar Kompetensi
4. Memahami konsep kemagnetan dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari

Kompetensi Dasar
4.1 Menyelidiki gejala kemagnetan dan cara membuat magnet

Indikator
Menunjukkan sifat kutub magnet
Melakukan pengamatan benda magnetik dan non magnetik
Mempraktikan cara membuat magnet dan mendemonstrasikan cara menghilangkan sifat kemagnetan
Memaparkan teori kemagnetan bumi
Mengamati garis-garis gaya magnet.
Menjelaskan sifat medan magnet secara kualitatif di sekitar kawat bermuatan arus listrik

Alokasi Waktu : 10 jam pelajaran ( 5 x pertemuan )



A. Tujuan Pembelajaran
• Siswa dapat menunjukkan sifat kutub magnet.
• Siswa dapat mengetahui perbedaan benda magnetik dan non magnetik.
• Siswa dapat menjelaskan cara membuat magnet dan menghilangkan sifat kemagnetan
• Siswa dapat menjelaskan teori kemagnetan bumi.
• Siswa dapat menjelaskan garis-garis gaya magnet pada magnet yang berbeda bentuknya..
• Siswa dapat menjelaskan medan magnet di sekitar kawat berarus.

B. Materi Pembelajaran: Gejala kemagnetan dan cara membuat magnet

C. Metode Pembelajaran
1. Model : Kooperatif learning
2. Metode : Diskusi kelompok, Ceramah, Informasi, Praktikum, Demonstrasi, Pengamatan

D. Langkah-langkah Kegiatan:

1. Pertemuan Pertama

a. Kegiatan Pendahuluan
Motivasi dan apresepsi
- Benda apakah yang dapat menarik logam?
Prasyarat Pengetahuan
- kutub-kutub magnet terdiri dari?
- Apa perbedaan benda magnetic dan non magnetic?
- Apa perbedaan deklinasi dan inklinasi?
b. Kegiatan Inti
Setelah mengetahui magnet batang, Guru menjelaskan karakteristik magnet.
Dari hasil penjelasan karakteristik tentang magnet, siswa melakukan percobaan untuk membedakan benda-benda magnetic dan non magnetic.
Siswa melakukan diskusi kelompok untuk mengetahui perbedaan benda magnetic dan non magnetic.
Dari hasil diskusi kelompok, kemudian diadakan diskusi kelas yang dipandu guru untuk melihat hasil presentasi masing-masing kelompok.
Dari hasil presentasi tiap-tiap kelompok, guru menjelaskan mengenai sifat kutub magnet, benda magnetic dan non magnetic, serta contoh benda-benda ferromagnetic, paramagnetic dan diamagnetic

c. Kegiatan Penutup
Mengadakan Tanya jawab tentang benda-benda magnetic dan non magnetic, serta sifat kutub-kutub magnet.
Guru menyimpulkan hasil pembelajaran kali ini.


2. Pertemuan Kedua

a. Kegiatan Pendahuluan
Motivasi dan apresepsi
- Benda apakah yang dapat menarik logam?
Prasyarat Pengetahuan
- kutub-kutub magnet terdiri dari?
- Apa perbedaan benda magnetic dan non magnetic?
- Apa perbedaan deklinasi dan inklinasi?
b. Kegiatan Inti
Setelah mengetahui magnet batang, Guru menjelaskan karakteristik magnet.
Dari hasil penjelasan karakteristik tentang magnet, siswa melakukan percobaan untuk membedakan benda-benda magnetic dan non magnetic.
Siswa melakukan diskusi kelompok untuk mengetahui perbedaan benda magnetic dan non magnetic.
Dari hasil diskusi kelompok, kemudian diadakan diskusi kelas yang dipandu guru untuk melihat hasil presentasi masing-masing kelompok.
Dari hasil presentasi tiap-tiap kelompok, guru menjelaskan mengenai sifat kutub magnet, benda magnetic dan non magnetic, serta contoh benda-benda ferromagnetic, paramagnetic dan diamagnetic

d. Kegiatan Penutup
Mengadakan Tanya jawab tentang benda-benda magnetic dan non magnetic, serta sifat kutub-kutub magnet.
Guru menyimpulkan hasil pembelajaran kali ini.


3. Pertemuan Ketiga

a. Kegiatan Pendahuluan
Motivasi dan apresepsi
- Benda apakah yang dapat menarik logam?
Prasyarat Pengetahuan
- kutub-kutub magnet terdiri dari?
- Apa perbedaan benda magnetic dan non magnetic?
- Apa perbedaan deklinasi dan inklinasi?
b. Kegiatan Inti
Setelah mengetahui magnet batang, Guru menjelaskan karakteristik magnet.
Dari hasil penjelasan karakteristik tentang magnet, siswa melakukan percobaan untuk membedakan benda-benda magnetic dan non magnetic.
Siswa melakukan diskusi kelompok untuk mengetahui perbedaan benda magnetic dan non magnetic.
Dari hasil diskusi kelompok, kemudian diadakan diskusi kelas yang dipandu guru untuk melihat hasil presentasi masing-masing kelompok.
Dari hasil presentasi tiap-tiap kelompok, guru menjelaskan mengenai sifat kutub magnet, benda magnetic dan non magnetic, serta contoh benda-benda ferromagnetic, paramagnetic dan diamagnetic

e. Kegiatan Penutup
Mengadakan Tanya jawab tentang benda-benda magnetic dan non magnetic, serta sifat kutub-kutub magnet.
Guru menyimpulkan hasil pembelajaran kali

4. Pertemuan Keempat

a. Kegiatan Pendahuluan
Motivasi dan apresepsi
- Benda apakah yang dapat menarik logam?
Prasyarat Pengetahuan
- kutub-kutub magnet terdiri dari?
- Apa perbedaan benda magnetic dan non magnetic?
- Apa perbedaan deklinasi dan inklinasi?
b. Kegiatan Inti
Setelah mengetahui magnet batang, Guru menjelaskan karakteristik magnet.
Dari hasil penjelasan karakteristik tentang magnet, siswa melakukan percobaan untuk membedakan benda-benda magnetic dan non magnetic.
Siswa melakukan diskusi kelompok untuk mengetahui perbedaan benda magnetic dan non magnetic.
Dari hasil diskusi kelompok, kemudian diadakan diskusi kelas yang dipandu guru untuk melihat hasil presentasi masing-masing kelompok.
Dari hasil presentasi tiap-tiap kelompok, guru menjelaskan mengenai sifat kutub magnet, benda magnetic dan non magnetic, serta contoh benda-benda ferromagnetic, paramagnetic dan diamagnetic

f. Kegiatan Penutup
Mengadakan Tanya jawab tentang benda-benda magnetic dan non magnetic, serta sifat kutub-kutub magnet.
Guru menyimpulkan hasil pembelajaran kali

5. Pertemuan Kelima

a. Kegiatan Pendahuluan
Motivasi dan apresepsi
- Benda apakah yang dapat menarik logam?
Prasyarat Pengetahuan
- kutub-kutub magnet terdiri dari?
- Apa perbedaan benda magnetic dan non magnetic?
- Apa perbedaan deklinasi dan inklinasi?
b. Kegiatan Inti
Setelah mengetahui magnet batang, Guru menjelaskan karakteristik magnet.
Dari hasil penjelasan karakteristik tentang magnet, siswa melakukan percobaan untuk membedakan benda-benda magnetic dan non magnetic.
Siswa melakukan diskusi kelompok untuk mengetahui perbedaan benda magnetic dan non magnetic.
Dari hasil diskusi kelompok, kemudian diadakan diskusi kelas yang dipandu guru untuk melihat hasil presentasi masing-masing kelompok.
Dari hasil presentasi tiap-tiap kelompok, guru menjelaskan mengenai sifat kutub magnet, benda magnetic dan non magnetic, serta contoh benda-benda ferromagnetic, paramagnetic dan diamagnetic

g. Kegiatan Penutup
Mengadakan Tanya jawab tentang benda-benda magnetic dan non magnetic, serta sifat kutub-kutub magnet.
Guru menyimpulkan hasil pembelajaran kali

E. sumber Belajar
Magnet batang, besi, timah, plastic, kayu, kertas, batu, kuningan, alumunium, tembaga, sendok, seng, kobalt, LKS ( Mustika).

F. Penilaian Hasil Belajar

a. Teknik Penilaian:
Tes tulis
Tes Unjuk Kerja

b. Bentuk Instrumen:
Pilihan Ganda
Uji petik kerja produk
Uji petik kerja produk dan prosedur

c. Instrumen:

- Instrumen tes pilihan ganda:

Makalah

PENERAPAN PEMBELAJARAN FIQIH SERTA KESESUAIANNYA DENGAN PENGEMBANGAN SILABUS DAN RPP DI MI MIFTAHUL ULUM BATU

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) didesain untuk menjamin berlangsungnya proses pendidikan yang kondusif bagi perkembangan potensi peserta didik, sehingga mereka mampu hidup mandiri sekaligus mampu hidup di tengah-tengah masyarakat yang majemuk.
Dalam konteks madrasah, agar lulusannya memiliki keunggulan kompetitif dan komparatif, maka kurikulum madrasah perlu dikembangkan dengan pendekatan berbasis kompetensi. Hal ini dilakukan agar madrasah secara kelembagaan dapat merespon secara proaktif berbagai perkembangan informasi, ilmu pengetahuan, teknologi dan seni, serta tuntutan desentralisasi. Dengan cara seperti itu, madrasah tidak akan kehilangan relevansi program pembelajarannya.
Kurikulum Madrasah Ibtidaiyah (MI) sama dengan kurikulum Sekolah Dasar, hanya saja pada MI terdapat porsi lebih banyak mengenai Pendidikan Agama Islam. Selain mengajarkan mata pelajaran sebagaimana Sekolah Dasar, juga ditambah dengan pelajaran-pelajaran seperti:
 Alquran Hadits
 Aqidah Akhlak
 Fiqih
 Sejarah Kebudayaan Islam
 Bahasa Arab
Pelajaran fiqih adalah salah satu mata pelajaran yang dianggap sebagai salah satu pemberi nilai spiritual terhadap kesejahteraan masyarakat. Dengan asumsi jika fiqih dilakukan dengan baik, maka kehidupan masyarakatpun akan lebih baik.
Dengan asumsi tersebut seolah-olah fiqih dianggap kurang memberikan kontribusi kearah itu. Akan tetapi setelah ditelusuri fiqih menghadapi beberapa kendala antara lain waktu yang disediakan kurang seimbang dengan muatan materi yang begitu padat dan memang penting yakni menutut pemantapan pengetahuan hingga terbentuk watak dan kepribadian yang berbeda jauh dengan tuntutan terhadap mata pelajaran lainnya.
Memang tidak adil menimpakan tanggung jawab atas munculnya kesenjangan antar harapan dan kenyataan itu kepada mata pelajaran fiqih di madrsah, sebab fiqih di madrasah bukanlah satu-satunya faktor yang menentukan dalam pembentukan watak dan kepribadian peserta didik. Apalagi dalam pelaksanaan fiqih tersebut masih terdapat kelemahan-kelemahan yang mendorong dilakukanya penyempurnaan terus menerus. Kelemahan lain, materi fiqih lebih berfokus pada pengayaan pengetahuan (kognitif) dan minim dalam pembentukan sikap (afektif) serta pengamalan (psikomotorik). Kendala lain adalah kurangnya keikusertaan guru mata pelajaran lain dalam memberi motivasi kepada peserta didik untuk mempraktekkan nilai- nilai fiqih dalam kehidupan sehari- hari. Lalu lemahnya sumber daya guru dalam pengembangan pendekatan dan metode yang lebih variatif, minimnya berbagai sarana pelatihan pengembangan, serta rendahnya peran serta orang tua peserta didik.
Pelajaran Fiqih diarahkan untuk menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati dan mengamalkan hukum Islam, yang kemudian menjadi dasar pandangan hidupnya (way of life) melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, latihan, penggunaan, pengalaman dan pembiasaan.
Pelajaran Fiqih meliputi Fiqih Ibadah dan Fiqih Muamalah, yang mencakup perwujudan keserasian, keselarasan, dan keseimbangan hubungan manusia dengan Allah SWT, dengan diri sendiri, makhluk lain, maupun dengan lingkungannya (hablun minallah wa hablun minannas).
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan mengharapkan siswa bisa memahami secara jelas dan mempraktikannya dalam kehidupan sehari-hari. Materi yang telah disampaikan oleh guru. Kunci keberhasilan tersebut tidak lepas dari pengalaman guru mengajar terutama kesesuaian pengembangan silabus dengan Rencana Proses Pembelajaran (RPP). Dengan ini maka perlu diadakan penelitian bagaimana penerapan pembelajaran fiqih serta kesesuaiannya dengan pengembangan silabus dan RPP, dengan mengambil tempat penelitian di MI Miftahul Ulum Batu.

B. PERMASALAHAN
Dari uraian di atas, maka dapat ditarik rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah penerapan pembelajaran fiqih di MI Miftahul Ulum?
2. Bagaimanakah kesesuaian pembelajaran fiqih dengan pengembangan silabus dan RPP di MI Miftahul Ulum?




BAB II
PEMBAHASAN

Mata pelajaran fiqih di Madrasah Ibtidaiyah berfungsi untuk : (a) menanamkan nilai-nilai dan kesadaran beribadah peserta didik kepada Allah SWT, sebagai pedoman mencapai kebahagian hidup di dunia dan akhirat; (b) membiasakan pengamalan terhadap hukum islam pada pserta didik dengan iklas dan perilaku yang sesuai dengan peraturan yang berlaku di madrasah dan lingkungan masyarakat; (c) membentuk kedisiplinan dan rasa tanggung jawab sosial di madrasah dan masyarakat; (d) meneguhkan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT serta menanamkan aklaq peserta didik seoptimal mungkin, melanjutkan upaya yang lebih dahulu dilakukan dalam lingkungan keluarga; (e) membangun mental peserta didik dalam menyesuaikan diri dalam lingkungan fisik dan sosialnya; (f) Memperbaiki kesalahan-kesalahan, kelemahan-kelemahan peserta didik dalam pelaksanaan ibadah dan muamalah dalam kehidupan sehari – hari; (g) membekali peserta didik dalam bidang fiqih/hukum islam untuk melanjutkan pendidikan kejenjang yang lebih tinggi.
Dari fungsi di atas maka mata pelajaran fiqih di madrasah ibtidaiyah memiliki tujuan untuk membekali peserta didik agar dapat : (1) mengetahui dan memahami pokok – pokok hukum Islam secara terperinci dan menyeluruh, baik berupa dalil naqli dan aqli. Pengetahuan dan pemahaman tersebut diharapkan menjadi pedoman hidup dalam kehidupan pribadi dan sosial. (2) melaksanakan dan mengamalkan ketentuan hukum islam dengan benar. Pengamalan tersebut diharapkan dapat menimbulkan ketaatan menjalankan hukum islam, dengan disiplin dan tanggung jawab sosial yang tinggi dalam kehidupan pribadi maupun sosialnya.

1. PENERAPAN PEMBELAJARAN FIQIH DI MI MIFTAHUL ULUM
Standar kompetensi mata pelajaran fiqih berisi sekumpulan kemampuan minimal yang harus dikuasai peserta didik selama menempuh Fiqih di MI. Kemampuan ini berorientasi pada perilaku afektif dan psikomotorik dengan dukungan pengetahuan kognitif dalam rangka memperkuat keimanan, ketaqwaan, dan ibadah kepada Allah Swt. Kemampuan – kemampuan yang tercantum dalam komponen kemampuan dasar ini merupakan penjabaran dari kemampuan dasar umum yang harus dicapai di MI yaitu :
1) Mampu mengenal lima rukun Islam; terbiasa berperilaku hidup bersih, mampu berwudlu dan mengenal shalat fardhu
2) Mampu melakukan shalat dengan menserasikan bacaan, gerakan dab mengerti syarat syah shalat dan yang membatalkanya, terbiasa melakukan adzan, dan iqamah, hafal bacaan qunut dalam shalat, dan mampu melakukan dzikir dan doa
3) Mampu memahami dan melakukan shalat berjama’ah shalat jum’at dan mengerti syarat sah dan sunnahnya, shalat sunah rawatib, tarawih, witir dan shalat ’id, dan memahami tata cara shalat bagi orang yang sakit.
4) Mampu memahami dan melakukan puasa Ramdlan, memahami ketentuan puasa sunah dan puasa yang diharamkan, melakdanakan zakat menurut ketentuanya, dan memahami ketentuan zakat fitrah.
5) Mampu memahami dan melakukan shadaqah dan infaq, memahami ketentuan makanan miunuman yang halal dan makanan minuman yang halal haram, memahami ketentuan binatang yang halal dan yang haram, dan memahami serta melakukan khitan.
6) Mampu memahami dan melakukan mandi pasca haid, memahami ketentuan jual beli dan mampu melakukanya, memahami ketentuan pinjam meminjam dan mampu melakukannya, memahami ketentuan memberi upah, dan ketentuan barang titpan dan barang temuan.

Seperti tergambar dalam kemampuan dasar umum diatas, kemampuan dasar tiap kelas yang tercantum dalam standar nasional juga dikelompokkan ke dalam dua unsur pokok mata pelajaran fiqih di MI yaitu : Fiqih Ibadah dan Fiqih Muamalah. Berdasarkan pengelompakan perunsur, kemampuan dasar mata pelajaran fiqih MI adalah sebagai berikut :

 Fiqih Ibadah
a. Melakukan Thaharah / bersuci
b. Melakukan shalat wajib
c. Melakukan adzan dan Iqomah
d. Melakukan shalat Jum’at
e. Melakukan macam – macam shalat sunah
f. Melakukan puasa
g. Melakukan zakat
h. Melakukan shadaqah dan infaq
i. Memahami hukum islam tentang makanan, minuman, dan binatang
j. Melakukan dzikir dan doa
k. Memahami khitan

 Fiqih Muamalah
a. Memahami ketentuan jual beli
b. Memahami ketentuan pinjam dan sewa
c. Memahami ketentuan upah
d. Memahami ketentuan riba
e. Memahami ketentuan barang titipan dan temuan

Sesuai dengan penjelasan di atas, pembelajaran fiqih di MI Miftahul Ulum dalam melaksanakan proses pembelajaran telah mengikuti aturan sesuai dengan ketentuan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) meski tidak seratus persen.
Berdasarkan hasil wawancara dengan guru mata pelajaran fiqih di MI Miftahul Ulum Batu, tidak semua guru memberikan pemahaman yang kontekstual kepada siswa. Pada umumnya guru memberikan ceramah dalam tiap pertemuan, sehingga pemahaman siswa terhadap mata pelajaran fiqih tersebut sebatas teori dan sedikit penerapan.
Mata pelajaran fiqih sebagai ilmu yang penting untuk membentuk watak dan kepribadian peserta didik perlu diberikan secara kontekstual agar siswa dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Apalagi siswa MI sebagai pendidikan dasar dapat membentuk watak dan kepribadiaan peserta didik sejak awal.
Ada beberapa alasan kenapa di MI Miftahul Ulum dalam memberikan fiqih lebih banyak ceramah, hal ini disebabkan waktu yang disediakan kurang seimbang dengan muatan materi yang begitu padat dan memang penting yakni menuntut pemantapan pengetahuan hingga terbentuk watak dan kepribadian yang berbeda jauh dengan tuntutan terhadap mata pelajaran lainnya.
Salah satu guru fiqih di MI Miftahul Ulum Batu, (Bapak Amin) mengatakan bahwa, tidak semua materi pembelajaran harus dipraktikan, karena ada beberapa kompetensi dasar menyebutkan, menjelaskan dan menghafalkan saja. Akan tetapi untuk tata cara sholat, wudhu dilakukan ujian praktik sekaligus penerapannya dilakukan sholat dzuhur berjamaah sebelum pulang. Berikut kompetensi dasar mulai kelas satu sampai kelas enam.










Kelas I, Semester 1
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
1. Mengenal dan mengamalkan lima rukun islam, serta terbiasa berperilaku hidup bersih dalam kehidupan sehari-hari 1.1. Meyebutkan lima rukun islam
1.2. Menjelaskan dan menghafal arti syahadatain
1.3. Terbiasa hidup bersih dan sehat

Kelas I, Semester 2
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
2. Mampu mempraktikkan wudlu dan mengenal shalat fardhu. 1.1. Melaksanakan wudlu
1.2. Menyebutkan nama-nama shalat fardhu, jumlah rakaat dan waktu pelaksanaanya

Kelas II, Semester 1
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
1. Mampu melakukan shalat dengan menserasikan bacaan, gerakan dan mengerti syarat syah shalat dan yang membatalkanya
1.1. Menjelaskan tata cara pelaksanaan shalat fardhu
1.2. Menyabutkan ketentuan shalat fardhu (syarat wajib, syarat sah, rukun, sunnah dan hal yang membatalkan shalat)


Kelas II, Semester 2
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
2. Mampu melafalkan adzan dan iqomah, hafal bacan qunut dalam shalat, dan mampu melakukan dzikir dan do’a. 2.1. Melaksanakan adzan dan iqamah dengan benar
2.2. Melaksanakan doa qunut dalam shalat
2.3. Melaksanakan dzikir dan doa setelah shalat fardhu

Kelas III, Semester 1
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
1. Mampu memahami dan melaksanakan shalat berjamaah, shalat jum’at dan mengerti syarat syah dan sunnahnya 1.1. Melaksanakan shalat berjamaah
1.2. Melaksanakana shalat jum’at

Kelas III, Semester 2
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
2. Mampu memahami dan melaksanakan shalat sunah Rawatib, Tarawih, Witir dan shalat Id, dan memahami tata cara shalat bagi orang yang sakit.

2.1. Melaksanakan shalat sunnah rawatib
2.2. Melaksanakan shalat tarawaih dan witir
2.3. Melaksanakan shalat ‘idul Fitri dan ‘Idul Adha
2.4. Memperagakan cara shalat bagi orang sakit

Kelas IV, Semester 1
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
1. Mampu memahami dan melakukan puasa ramadhan, memahami ketentuan puasa sunah dan puasa yang diharamkan 1.1. Melaksanakan puasa Ramadhan
1.2. Melaksanakan puasa sunnah
1.3. Menjelaskan hari – hari yang diharamkan berpuasa

Kelas IV, Semester 2
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
2. Mampu memahami ketentuan dan melaksanakan zakat fitrah. 2.1. Menjelaskan ketentuan wajib zakat fitrah
2.2. Melaksanakan zakat fitrah

Kelas V, Semester 1
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
1. Mampu memahami dan melakukan shadaqah dan infaq, memahami ketentuan makanan minuman yang halal dan makanan minuman yang halal haram
1.1. Mejelaskan dan melaksanakan shadaqah dan infaq
1.2. Menjelaskan ketentuan tentang makanan dan minuman yang halal
1.3. Menjelaskan ketentuan tentang makanan dan minuman yang haram

Kelas V, Semester 2
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
2. Mampu memahami ketentuan binatang yang halal dan haram, dan memahami serta melakukan khitan. 2.1. Menjelaskan binatang yang halal dagingnya
2.2. Menjelaskan binatang yang haram dagingnya
2.3. Menjelaskan ketentuan tentang kewajiban khitan

Kelas VI, Semester 1
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
1. Mampu memahami dan melakukan mandi pasca haid, memahami ketentuan jual beli dan mampu melakukanya
1.1. Menjelaskan ketentuan tentang mandi wajib setelah haid
1.2. Menjelaskan tata cara jual beli dengan benar
1.3. Melaksanakan jual beli dengan benar.

Kelas VI, Semester 2
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
2. Mampu memahami ketentuan pinjam meminjam dan mampu melakukanya , memahami ketentuan memberi upah, dan ketentuan barang titipan dan barang temuan.
2.1. Melaksanakan tata cara pelaksanaan pinjam meminjam dan sewa menyewa
2.2. Menjelaskan tata cara pembayaran upah
2.3. Menjelaskan ketentuan tentang barang titipan dan temuan


2. KESESUAIAN PEMBELAJARAN FIQIH DENGAN PENGEMBANGAN SILABUS DAN RPP DI MI MIFTAHUL ULUM
Silabus adalah rencana guru dalam mengembangkan proses pembelajaran untuk satu mata pelajaran. Dalam suatu silabus terdapat berbagai komponen yang harus dikembangkan guru. Komponen-komponen tersebut beragam sesuai dengan persepsi guru mengenai apa yang harus ada tetapi paling tidak komponen untuk suatu silabus adalah sebagai berikut:
• Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar
• Sandar Kompetensi Lulusan
• Tujuan
• Proses Pembelajaran
• Persyaratan untuk pembelajaran
• Asesmen hasil Belajar
• Pokok bahasan dan kaitannya dengan SK, KD, SKL

Dari pengembangan silabus diharapkan guru dapat membuat rencana proses pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik masing-masing kompetensi dasar.Secara teori antara pengembangan silabus dan RPP berkesinambungan, akan tetapi tidak semua guru memahami hal itu. Kebanyakan guru mrndapatkan silabus dan RPP dari kumpulan MGMP dan jarang mengimplementasikan dalam pembelajaran.
Pak Amin sebagai guru fiqih di MI Miftahul Ulum Batu juga merasakan hal itu, menurutnya pada waktu mengajar RPP yang telah dibuat kadang tidak digunakan sebagai acuan pembelajaran. Kadang jika tidak dibutuhkan untuk akreditasi atau supervise kebanyakan guru tidak sesuai antara rencana dengan pelaksanaan.
Silabus dan RPP yang dibuat biasanya sudah disesuaikan dengan kebutuhan siswa sesuai dengan kondisi sekolah, akan tetapi RPP yang telah dibuat kadang tidak dipergunakan untuk pembelajaran. Bukan hanya Pak Amin, guru yang lain pun saat ditanya akan menjawab yang sama, seperti halnya Pak Samadi (guru fiqih kelas dua, tiga dan empat) tidak memiliki pengembangan silabus dan RPP untuk ajaran tahun 2008-2009, tapi dia bisa mengajar dengan tuntas di MI Miftahul Ulum. Sehingga kesesuaian antara pengembangan silabus dan RPP tidak mempengaruhi secara signifikan terhadap kesiapanguru mengajar, akan tetapi mungkin pengaruh terhadap pemahaman siswa.
Berdasarkan hasil wawancara dengan dua orang guru fiqih di MI Miftahul Ulum Batu, survey mengatakan bahwa tidak semua guru membuat perangkat pembelajaran dengan lengkap terutama silabus dan RPP. Mereka mengajar tanpa ada perencanaan yang matang, dan pembelajaran dilakukann dengan metode ceramah. Sehingga tujuan dari Kurikululm Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) ini secara teori belum terlaksana dengan baik, karena masih ada guru yang belum mengerti aturan-aturan dalam KTSP. Pelatihan dan workshop yang telah dilakukan pun hanya sekedar formalitas. Untuk itu dari uraian sedikit di atas perlu dilakukan supervise yang kontunuitas untuk keberhasilan siswa.



BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari hasil wawancara dengan dua orang guru fiqih di MI Miftahul Ulum, dapat disimpulkan bahwa penerapan fiqih, pembuatan silabus dan RPP masih belum sesuai dengan tuntutan kurikulum. Guru yang seharusnya inovatif, dapat membuat silabus dan melaksanakan RPP ternyata masih belum terwujud seratus persen (masih belum dilakukan secara maksimal).

B. SARAN
Ada beberapa saran yang perlu diperhatikan dalam hal ini, antara lain:
 Kepala Madrasah perlu mengadakan evaluasi sekaligus supervise terhadap guru mata pelajaran.
 Pertemuan guru mata pelajaran MGMPS yang rutin untuk membahas materi atau model pembelajaran yang inovatif.
 Guru aktif, inovatif mengikuti perkembangan zaman, sehingga perlu pelatihan atau workshop sebagai bekal tambahan wawasan.

REFERENSI

Herlanti, Y. 2008. “Kurikulum Pendidikan Indonesia dari Zaman ke Zaman”. (Online). yherlanti.wordpress.com

Strategi Pembelajaran Kurikulum 1994: Mata Pelajaran Agama Islam Madrasah Ibtidaiyah. Departemen Agama RI. Direktorat Jendral Pembinaan Kelembagaan Agama Islam. Jakarta: 2000

Standar Kompetensi Madrasah Ibtidaiyah. Kurikulum 2004. Departemen Agama RI. Direktorat Jendral Kelembagaan Agama Islam. Jakarta: 2004

Kelulusan

Sabtu, 20 juni 2009 adalah hari yang menegangkan buat siswa SMP/ MTs khususnya di Batu Jawa Timur. Karena hari itu adalah pengumuman kelulusan. Banyak yang senang, gembira, bahagia, bersyukur, banyak pula yang sedih, pristasi, pingsan karena gagal. Ibarat lagunya Rhoma Irama "cukup sekali aku merasa kegagalan..."
Sedangkan para guru di tiap sekolah mulai maghrib sudah dag dig dug Der karena menunggu pengumuman itu. Jam sepupuh malam baru tahu nilai turun ALLHAMDULILLAH ada peningkatan yang cukup signifikan untuk kelulusan tahun ini. Cita-cita untuk menjadi Sekolah Standar nasional bakal terwujud.AMIIN..

bagaimana dengan yang gagal?

PR untuk para pengambil kebijakan.