STRATEGI PROGRAM PENDIDIKAN INDONESIA
2007–2012
Konteks
Strategi program pendidikan ini adalah suatu unsur dari strategi Negara Australia untuk Indonesia, 2007-2012. Strategi pendidikan dikembangkan dalam konsultasi tertutup dengan pemerintah Indonesia, stakeholder kunci Indonesia lainnya lebih dari periode satu tahun yang dimulai pada awal tahun 2006, dan pada tahap draft ditinjau oleh pejabat senior Kementrian Pendidikan Nasional, Kenterian Urusan Agama dan BAPPENAS tahun 2007. Ini mencerminkan “Pendidikan yang Lebih Baik” dari AusAid: Kebijakan untuk Membantu Pengembangan Pendidikan (2007).
Strategi memiliki fleksibilitas untuk penyesuaian terhadap program kami pada keadaan perubahan yang kecil. Ini diperluas sampai dengan tahun 2012. Ketika dirumuskan berdasarkan rencana strategi pemerintah untuk pendidikan tahun 2005-2009 (RENSTRA), berlanjut dengan monitoring dan peninjauan proses pada mid-term akan akan memungkinkan suatu pergeseran pada prioritas orang Indonesia yang baru, ketika ada penemuan prinsip-prinsip.
Australia telah membuat komitmen dalam jangka panjang untuk membantu usaha Indonesia untuk membangun keamanan dan kemakmuran, dan memperkuat institusi demokrasi-nya. Pendidikan adalah titik kritis untuk mengurangi kemiskinan, pertumbuhan dan stabilitas demokrasi dan hak asasi manusia. Karena itu Pemerintah Australia akan memberikan program bantuan pendidikan yang dapat dipertimbangkan untuk lebih dari enam tahun yang akan datang untuk membantu Indonesia untuk mendapatkan lebih banyak anak laki-laki dan perempuan untuk masuk dalam sekolah, dalam waktu yang lama menyediakan bagi mereka pendidikan dengan kualitas yang lebih baik.
Australia percaya bahwa pemerintah partner kita seharusnya mengasumsikan suatu bagian tanggung jawab yang lebih besar pada setiap langkah bantuan pemngembangan, dari seting prioritas dan perencanaan untuk menghantarkan dan implementasi. Laporan resmi program bantuan luar negeri Australia: Australian Aid: Promoting Growth and Stability (2006), mencatat bahwa dalam aturan penguasa yang kuat, dengan perlindungan yang cukup, pembiayaan akan dilewatkan dalam anggaran pemerintah.
Program bantuan pendidikan ini telah dirancang secara bersama antara pemerintah Indonesia dengan system efisiensi pemerintah Indonesia akan mengkritiki program untuk kesuksesanya. Kita percaya bahwa program bantuan yang dimiliki dan dipandu oleh Negara-negara partner akan lebih berkelanjutan. Dalam hal ini kebijakan Australia membantu prinsip-prinsip dari deklarasi Perancis untuk efektivitas bantuan (2005 Paris Declaration on Aid Effectiveness).
Australia melakukan pekerjaan untuk mengurangi beban Indonesia dari beban koordinasi. Kita akan mendukung usaha pemerintah untuk mencapai koordinasi yang lebih efektif dan efisien dari bantuan bilateral.
Pemerintah Indonesia telah mengembangkan visi untuk pendidikan melalui Rencana Strategi Kementerian Pendidikan Nasional 2005-2009 dan Rencana Strategi Kementerian Urusan Agama 2006-2020 dan ini dipadukan dalam Grand Design: Nine Year Basic Education in Indonesia. Masukan untuk periode lima tahun ini adalah pencapaian pendidikan dasar umum, perbaikan akses dan hak kekayaan, perbaikan standard dan kualitas, perbaikan penguasa dan tanggung jawab. Prioritas Indonesia ini menyediakan kerangka kerja yang mana bantuan Australia telah diprogramkan.
FOKUS STRATEGI KAMI
Kebijakan Indonesia dan perencanaan untuk pendidikan diuraikan dalam sector strategi nasional. Tiga pilar adalah (i) perbaikan hak akses ke pendidikan dasar (ii) perbaikan kualitas pendidikan dasar (iii) perbaikan formulasi kebijakan pendidikan, keuangan, perencanaan dan manajemen oleh pemerintah. Sebagai akses utama dengan laju mendekati 100%, tujuan prioritas pemerintah sekarang adalah memperbaiki kualitas pendidikan pada semua tingkatan sama seperti memperluas akses pada pendidikan tingkat menengah pertama pada akhir decade ini.
Tujuan bantuan Australis kepada sector pendidikan Indonesia, untuk membantu Indonesia menerapkan programnya untuk pemanfaatn secara efektif dan system sekolah yang inklusif menyediakan kesempatan bagi semua anak perempuan dan laki-laki untuk mengakses pendidikan dasar sembilan tahun, dan menyediakan kesempatan bagi laki-laki dan perempaun yang tidak sekolah memanfaatkan kesempatan sekolah dari jalur non formal. Australia akan menjadi partner internasional utama dalam mendukung ekspansi sekolah menengah tingkat pertama di Indonesia.
Bantuan kami akan mendukung system pendidikan public dan swasta Indonesia untuk mengantarkan program kualitas dan relevansi, menyiapkan pelajar untuk memberikan kontribusi pada ekonomi negara dan untuk kesempatan pendidikan lebih jauh, dengan demikian dapat menambah produktivitas manusia dan kontribusi pada pengembangan social.
Investasi dalam pendidikan dan kesehatan dari penduduk Indonesia, terutama orang miskin akan memfasilitasi pertumbuhan ekonomi dan persaingan global. Kerja keras akan lebih produktif dan warga Negara akan mendapatkan informasi yang lebih baik. Pemerintah pusat, propinsi, kabupaten/kota dan tingkatan yang lain adalah mungkin untuk memperbaiki dalam menanggapi kesadaran yang semakin meningkat dan harapan warga Negara.
Program AusAid akan mengawasi dengan ketat efektivitas performa, memanfaatkan sejauh mungkin indicator yang dikerjakan oleh Pemerintah Indonesia. Program kami juga akan membantu menguatkan pengawasan pemerintah sendiri dan system evaluasi.
Sebagaimana pengawasan terhadap tiga komponen strategi kami, kita akan menilai secara luas terhadap kontribusi program kami tujuan utama yang berhubungan dengan kesamaan jenis kelamin dan pemerintahan yang baik.
Sistem Pendidikan Indonesia
PROFIL
Pengembangan Negara Indonesia merencanakan memimpikan akses universal pada kualitas pendidikan dasar. Infrastruktur social dan pengembangan sumber daya manusia, khususnya wilayah pedesaan, untuk memungkinkan keanekaragaman ekonomi dan penciptaan lapangan kerja.
Skala dan struktur system pendidikan mencerminkan ukuran tradisi kebudayaan dari Negara dan yang penting adalah Islam, agama dengan populasi sekitar 90%. Tiga puluh Sembilan juta anak terdaftar pada pendidikan dasar. Jumlah pendaftaran pada tingkatan utama pada tahun 2005 adalah 91% (72% pada tahun 1975).
Keseluruhan jumlah pendaftaran pada tingkat SLTP mencapai 62% naik dari 50% pada tahun 1995. Perbedaan antara daerah kaya dan miskin menjadi pertimbangannya (saat ini jumlah pendaftaran 50% dari paling miskin dan 75% dari paling kaya). Laki-laki dan perempuan terdaftar pada tingkat pertama adalah sama dan pada tingkat SLTP lebih banyak perempuan dari pada laki-laki, khusunya di daerah urban. Perbedaan (celah) antara kaya dan miskin dalam pendaftaran pendidikan lebih besar dari pada antara perempuan dan laki-laki.
Meskipun mayoritas remaja telah keluar dari pendidikan pada tingkat menengah dan beberapa memiliki ketarampilan dasar melek huruf, hanya 1,1 juta yang terdaftar pada program pendidikan melek huruf (pemberantasan buta huruf) non formal. Secara internasional, hal ini merupakan partisipasi yang rendah untuk sekolah non formal.
Sistem pendidikan dicirikan ditandai dengan kerja sama antara negeri-swasta pada semua tingkatan. Pendidikan negeri melayani di bawah otoritas menteri pendidikan nasional dan kantor-kantor di daerah (propinsi, kabupaten/kota dan kecamatan). Sektor swasta, atau non pemerintah didominasi oleh institusi Islam, dengan pengawasan menteri urusan agama. Jumlah madrasah swasta yang terdaftar adalah 12% untuk pendidikan dasar dan 15% untuk menengah pertama.
Sub-sektor Islam mengantarkan pendidikan dasar melalui madrasah dan pesantren (madrasah dengan fasilitas pondok). Saat ini kira-kira 40.000 madrasah di Indonesia yang ter-registrasi di bawah Kementrian Urusan Agama, yang mana 4.000 adalah milik pemerintah (madrasah negeri). Mereka bersama-sama mengakomodasi kira-kira 6 juta anak-anak usia sekolah. Partisipasi anak perempuan menempati tingkatan tinggi dalam pendidikan Islam (lebih dari 50%). Banyak madarasah didukung oleh komunitas orang miskin dan mayoritas orang tua mengirimkan anak-anak mereka ke madrasah adalah dari 40 juta yang hidup di bawah garis kemiskinan.
Tanggung jawab untuk menyelenggarakan pendidikan dasar umum dan menengah di Indonesia adalah pada pemerintah pusat, propinsi, kabupaten/kota dan kecamatan, dengan peran utama tetap pada pemerintah kabupaten/kota. Kebijakan, strategi dan penentuan standar dikonsentrasika pada pemerintah pusat; 33 propinsi bertanggung jawab pada perencanaan dan jaminan kualitas; 430 kabupaten/kota mengatur sumber daya dan menyelenggarakan pendidikan. Semenjak diumukan aturan desentralisasi pada tahun 2000, pemerintahan propinsi dan kabupaten/kota telah diberi tanggung jawab untuk menyelenggarakan pendidikan yang lebih menyesuaiakan dengan kebutuhan local.
Kualitas pendidikan dasar di Indonesia (diukur berdasarkan lulusan siswa dan keahlian guru mengajar) secara umum masih kurang. Hasil ujian siswa bervariasi dengan perbedaan yang besar antar kabupaten/kota dan nilai kelulusan yang kurang, di daerah pedesaaan dan daerah terpencil di bawah rata-rata. Sebagian besar guru khusunya di daerah pedesaan dan propinsi-propinsi di Indonesia Timur, tidak terkualifikasi atau di bawah kualifikasi dan ini merupakan distribusi yang tidak adil dari mereka yang telah terkualifikasi. Hasil tes standar Indonesia secara internasional lebih rendah dibandingkan Negara-negara Asia lainnya.
Sejumlah besar anak-anak tidak terpelihara yang mana mempengaruhi kesehatan mereka dan hasil pembelajaran. Indonesia juga menghadapi penyebarab epidemic HIV, berpotensi penyebaran epidemic SARS, avian influenza dan penyakit lainnya. Resiko kesehatan lain yang besar adalah berhubungan dengan air dan makanan yang menimbulkan infeksi yang disebabkan bakteri, narkotika dan penggunaan tembakau. Namun sekolah secara umum belum memiliki strategi yang berhubungan dengan system kesehatan dalam promosi perilaku hidup sehat.
Kemetrian Pendidikan Nasional telah merumuskan strategi perubahan lima tahun, RENSTRA 2005-2009, untuk menunjuk kunci akses dan hambatan kualitas dan pencapaian komitmen internasional-nya untuk menuju “Millennium Development Goals”. Tanggung jawab untuk pembuatan keputusan kunci dan pembelanjaan telah diserahkan kepada kabupaten/kota tetapi saat ini mereka tidak memiliki kapasitas untuk menerapkan perubahan ini.
TANTANGAN
Ketika kemajuan telah dibuat dan target ambisi telah ditetapkan, sector pendidikan Indonesia menghadapi beberapa tantangan. Beberapa yang kritis adalah berhubungan dengan ambisi Indonesia untuk mempercepat universalisasi sekolah dasar dan sekolah menengah tingkat pertama, meningkatkan kualitas agar sama dengan Negara-negara anggota ASEAN dan memastikan bahwa pendidikan memberi kontribusi pada penurunan angka kemiskinan, persamaan gender dan pertumbuhan ekonomi.
Terdapat 38% penduduk usia SLTP yang tidak terdaftar pada pendidikan di sekolah adalah tantangan sector pendidikan yang utama; dan pemerintah telah berkomitmen untuk menyelesaikan ini pada akhir decade ini. Untuk menyediakan akses penuh pada pendidikan SLTP di seluruh negeri, investasi pada infrastruktur sekolah baru akan dipercepat.
Di beberapa kabupaten/kota, tensi social dan konflik bertanggung jawab pada pembusukan system pendidikan. Usaha khusus diperlukan untuk membangun mata rantai yang esensial antara sekolah, komunitas dan pemerintah.
Keuangan pendidikan secara umum tidak kekurangan dan penyesuaian kebijakan akan diperlukan untuk mempersempit gap antara propinsi dengan incoe tinggi dan rendah. Kesatuan pemerintahan bertanggung jawab untuk menyelenggarakan pelayanan public akan memperkuat kapasitas mereka dalam analisis politik dan perubahan kebijakan.
Ketika madrasah swasta berkontribusi secara signifikan untuk memperluas akses sekolah SLTP untuk perempuan dan laki-laki dari keluarga dengan penghasilan yang rendah, kualitas penyelenggaraan pendidikan secara umum rendah dari pada sekolah negeri, termasuk madrasah negeri. Sektor pendidikan swasta yang besar adalah sangat terpecah-pecah dan otonomi; kebijakan public berhubungan dengan peran dalam jangka panjang, pembiayaan, penyelenggaraan sekolah Islam swasta telah dikembangkan.
Pemerintah telah menetapkan target untuk menigkatkan tingkat kualifikasi guru, tetapi sebagian besar anggaran pendidikan diambil sebagai gaji, sumber daya yang menunjuk pada isu kualitas guru tidaklah cukup. Otoritas mengenali kebutuhan untuk memperbaiki performa siswa dan meningkatkan standar pendidikan di seluruh negeri, seperti halnya pengurangan perbedaan antara kota dan pedesaan. Tetapi ini dapat dilaksanakan melalui pengaturan yang lebih baik antara stretegi pembiayaan pendidikan dan sector prioritas desentralisasi. Pengalokasian penyebaran yang efektif dari anggaran untuk pembelanjaan non gaji adalah hal pokok untuk perbaikan kualitas pendidikan yang berkesinambungan.
Ketercapaian persamaan gender dalam pendidikan dasar kebijakan yang mendasar bukan hanya dari perspektif hak asasi, tetapi juga untuk membantu anak dan nutrisi keluarga, mengurangi mudah terjangkitnya HIV/AIDS, menurunkan angka kemiskinan internasional dan menunjukkan perbedaan gender pasar buruh. Dalam kedengkian komitmen pemerintah terhadap prinsip persamaan gender, penerapan tidak akan seimbang. Kurikulum dan system training untuk guru-guru sering kali bukan suatu model atau promosi persamaan gender.
Tantangan lain adalah pengaturan yang lebih baik dari fungsi dan organisasi pada pusat, propinsi, kabupaten/kota dan tingkat sekolah/komunitas. Beberapa legislative perlu dalam penyusunan aturan, tetapi penerapannya tidak efektif.
Praktek korupsi juga membatasi pelayanan penyelenggaraan pendidikan yang efektif. Pencapaian target RENSTRA untuk perbaikan penguasa dan trasparansi akan membutuhkan waktu dan ketekunan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar