Minggu, 21 Juni 2009

Analisis Kebijakan "Sekolah Gratis"

ANALISIS KEBIJAKAN
“SEKOLAH GRATIS”

A. Struktur Argumen Kebijakan


















B. Penjelasan
Pemerintah mempunyai kebijakan untuk meringankan biaya pendidikan (Sekolah Gratis) dalam mensukseskan program wajib belajar agar semua anak usia wajib belajar dapat memperoleh akses belajar. Akses pendidikan tidak boleh memandang latar belakang sosial, ekonomi, budaya, dan semua latar belakang lainnya. Semua anak usia 7 – 15 tahun harus dapat memperoleh pendidikan yang bermutu.
Sebetulnya ”Sekolah Gratis” tidak pernah ada dalam ketentuan dan perundang-undangan yang berlaku. Yang ada adalah istilah PEMERINTAH WAJIB MEMBIAYAINYA dalam UUD 1945 dan TANPA MEMUNGUT BIAYA dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pasal 31 (2) dalam UUD 1945 hasil Amandemen menyebutkan bahwa:
”Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan PEMERINTAH WAJIB MEMBIAYAINYA”
Sementara Pasal 34 (2) UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menegaskan bahwa:
”Pemerintah dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar TANPA MEMUNGUT BIAYA."
Jadi, makna amanat tersebut sebenarnya memang sama dengan ”gratis”. Itu tidak dapat dipungkiri, maka perlu adanya PP yang mengatur lebih lanjut mengenai ”PEMERINTAH WAJIB MEMBIAYAINYA” dan TANPA MEMUNGUT BIAYA”, termasuk apakah masyarakat sama sekali TIDAK BOLEH UNTUK BERAMAL?
Agar upaya pemerintah untuk membantu pendidikan gratis, (atau lebih tepatnya meringankan biaya pendidikan) ini tidak mubazir, sepatutnya perlu dipandang beberapa hal: yakni, pertama, disadari atau tidak, yang namanya pendidikan itu memang mahal, jika melihat konteks bahwa pendidikan itu wajib bagi setiap orang semasa hidupnya, tidak hanya dibatasi sembilan tahun saja.
Kedua, subsidi pendidikan dialokasikan sebaiknya tidak hanya diperuntukkan terbatas pada siswa sekolah saja, melainkan juga untuk kesejahteraan guru (atau bahkan orang tua/wali siswa?). Seorang guru pun bisa saja tidak mampu mencukupi kebutuhan pimer sehari-harinya. Ini juga untuk menghindari adanya 'kecemburuan sosial' terhadap anak didiknya. Jika persoalan ekomomis guru terbantukan, maka setidak-tidaknya akan tumbuh semangat yang menyala untuk memotivasi siswa agar terus maju dan giat belajar dan bekerja.
Ketiga, siswa yang berprestasi layak diberi award, penghargaan, misalnya berupa beasiswa melanjutkan studi ke jenjang perguruan tinggi baik dalam maupun luar negeri.
Keempat, perlu adanya jalur khusus bagi siswa yang memiliki bakat dan minat yang berbeda, umpamanya dengan cara memberikan sejumlah ketrampilan yang diminatinya.
Kelima, pemerintah, secara formal atau nonformal, minimal sekali-kali meninjau, mengontrol, memonitoring kebijakan yang telah dilontarkannya itu dari jarak dekat. Kegiatan ini perlu dilakukan untuk mengetahui apakah subsidi itu sudah digunakan dengan semestinya atau tidak. Dengan demikian, peristiwa yang tidak diinginkan dapat mencemarkan citra pendidikan, dapat sedini mungkin dicegah.
Konsep sekolah gratis belum jelas dapat ditinjau ; Pertama, bahwa konsep sekolah gratis masih perlu dijabarkan secara lebih rinci dengan ketentuan perundah-undangan yang lebih operasional. PP tentang Wajib Belajar atau PP tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan sebenarnya harus dapat mewadahi pelaksanaan konsep ini. Apalagi jika dapat dijabarkan secara lebih rinci lagi dengan beberapa legislasi di tingkat provinsi dan kabupaten/kota.
Kedua, konsep sekolah gratis merupakan salah satu contoh dari konsep-konsep yang belum selesai, belum jelas, dan belum tuntas. Konsep ini masih membuat kebingunan bagi para pelaksana di lapangan, juga bagi masyarakat. Beberapa pertanyaan masih belum dapat dijawab secara pasti. Misalnya, (1) apakah biaya sekolah gratis itu hanya untuk memenuhi standar biaya minimal atau termasuk untuk peningkatan mutu pendidikan yang lebih optimal, (2) bagaimana dengan biaya untuk SBI (sekolah bertaraf internasional) dan sejenisnya, (3) apakah dengan konsep ini memang orangtua atau masyarakat sama sekali tidak boleh memberikan bantuan kepada sekolah?
Dengan adanya sekolah gratis peningkatan kuantitas siswa di suatu daerah dapat meningkat, artinya masyarakat tergerak untuk menyekolahkan anaknya sehingga meminimalkan anak yang putus sekolah. Kebijakan ini di dukung oleh APBD, APBN, masyarakat yang membutuhkan, serta peran politik yang lagi panas.

Tidak ada komentar: